9 Mei 2011

Trakeostomi

A. Definisi Trakeostomi
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas.
B. Anatomi Trakhea
Trakhea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.
C. Indikasi Trakeostomi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan gangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi.
Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan nafas :
1. timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau di bawah rima glotis terjadinya retraksi pada insisura suprasternal dan supraklavikular.
2. Pasien tampak pucat atau sianotik
3. disfagia
4. pada anak-anak akan tampak gelisah

Tindakan trakeostomi akan menurunkan jumlah udara residu anatomis paru hingga 50 persennya. Sebagai hasilnya, pasien hanya memerlukan sedikit tenaga yang dibutuhkan untuk bernafas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tetapi hal ini juga sangat tergantung pada ukuran dan jenis pipa trakeostomi.
Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi :
1. terjadinya obstruksi jalan nafas atas
2. sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis, misalnya pada pasien dalam keadaan koma.
3. untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
4. apabila terdapat benda asing di subglotis.
5. penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
6. mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
Indikasi lain yaitu :
1. Cedera parah pada wajah dan leher
2. Setelah pembedahan wajah dan leher
3. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
D. Pembagian Trakeostomi
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi dalam trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.
E. Jenis Tindakan Trakeostomi
1. Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
3. Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator.
F. Jenis Pipa Trakeostomi
1. Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko timbulnya aspirasi
2. Uncuffed Tubes
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai risiko aspirasi
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam)
Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes
Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.
5. Fenestrated Tubes
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.
G. Alat-Alat Trakeostomi
Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran sesuai.
H. Teknik Trakeostomi
Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter.
Dengan gunting panjang yang tumpul kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah yang tampak ditarik lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat keda tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit.
I. Perawatan Pasca Trakeostomi
Secera setelah trakeostomi dilakukan :
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tube dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi
2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi
Perawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret dapat menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering diisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi.
J. Komplikasi
Komplikasi dini yang sering terjadi :
• perdarahan
• pneumothoraks terutama pada anak-anak
• Aspirasi
• Henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi
• paralisis saraf rekuren
Komplikasi lanjut :
• Perdarahan lanjutan pada arteri inominata
• Infeksi
• fistula trakeoesofagus
• stenosis trakea

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengumpulan data tergantung pada patofisiologi dan/atau alasan untuk dukungan bantuan ventilasi (trakeostomi), misalnya trauma dada (pneumothorax, hemothorax).
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : dispnea dengan istirahat ataupun aktivitas
2. Sirkulasi
Tanda : takikardia, frekuensi tak teratur, nadi apical berpindah oleh adanya penyimpangan medaistinal. TD hiper/hipotensi
3. Makanan/cairan
Gejala : anorexia (mungkin karena bau sputum)
Tanda : pemasangan IV line,
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri area luka trakeostomi, nyeri dada unilateral meningkat karena batuk atau bernafas
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah
5. Pernafasan
Gejala : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat trauma dada.
Tanda : peningkatan frekuensi nafas, kulit cyanosis, penggunaan ventilasi mekanik (trakeostomi), secret pada selang trakeostomi
6. Hygiene
Tanda : kemerahan area luka trakeostomi
7. Interaksi social
Tanda : ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fungsi paru ; menentukan kemampuan paru untuk pertukaran gas karbondioksida dan termasuk tetapi tidak terbatas pada hal berikut ini :
GDA ; mengkaji status oksigenasi dan ventilasi dan keseimbangan asam basa.
Kapasitas vital (VC) ; menurun pada keterbatasan dada atau kondisi paru ; normal atau meningkat pada PPOM ; normal atau menurun pada penyakit neuromuscular (Guillain-Barre) ; menurun pada kondisi keterbatasan gerak torax (kifoskoliosis)
Kapasitas vital kuat (FVC) ; (diukur dengan spirometri) menurun pada kondisi restriktif
Volume tidal (VT) ; dapat menurun pada proses restriktif atau obstruktif
Inspirasi negative kuat (NIF) ; dapat mempengaruhi kapasitas vital untuk membantu menentukan apakah pasien dapat bernafas.
Ventilasi menit ; mengukur volume untuk inhalasi dalam 1 menit pernafasan normal.
Tekanan inspirasi (Pimax) ; mengukur regangan otot pernafasan
Volume ekspirasi kuat (FEV ; biasanya menurun pada PPOM
Aliran-Volume (F-V) loop ; Loop tak normak menunjukkan penyakit jalan nafas besar dan kecil dan penyakit keterbatasan bila berlanjut.
Sinar x dada ; mengawasi perbaikan/kemajuan kondisi atau komplikasi
B. Penyimpangan KDM
C. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk meneruskan. Dapat dihubungkan dengan :
Depresi pusat pernafasan, paralisis otot pernafasan
Intevensi :
Mandiri
- Selidiki etiologi gagal pernafasan
            penting untuk perawatan, contoh keputusan tentang kemampuan pasien yang akan datang dan dukungan tepat ventilator
- Observasi pola nafas. Catat frekuensi , jarak antara pernafasan spontan dan nafas ventilator
          pasien dengan ventilator dapat mengalami hiperventilasi/ hipoventilasi
- Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pada kursi ortopedik bila memungkinkan
        peninggian kepala pasien atau turun dari tempat tidur sementara masih pada ventilator secara fisik dan psikologik menguntungkan.
- Periksa selang trakeostomi terhadap obstruksi, misal terlipat
      lipatan selang mencegah pengiriman volume adekuat dan meningkatkan tekanan jalan nafas.
- Alirkan selang sesuai indikasi, hindari aliran ke pasien atau kembali ke dalam wadah
       air mencegah distribusi gas dan pencetus pertumbuhan bakteri.
- Bantu pasien dalam control pernafasan di samping tempat tidur dan ventilasi manual kapanpun diindikasikan.
      melatih pasien nafas lambat, lebih dalam, praktik nafas abdomen, member posisi yang nyaman dan penggunaan teknik relaksasi dapat membantu memaksimalkan fungsi pernafasan.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif. Dapat dihubungkan dengan :
Benda asing (jalan nafas buatan) pada trachea, ketidakmampuan batuk efektif.
Intervensi :
Mandiri
- Kaji kepatenan jalan nafas
      obstruksi dapat disebabkan oleh akumulasi secret, perlengketan mukosa, perdarahan, spasme bronkus dan atau masalah dengan posisi trakeostomi/selang endotrakeal.
- Evaluasi gerakan dada dan asukultasi bunyi nafas bilateral
     gerakan dada simetris dengan bunyi nafas melalui area paru menunjukkan letak selang tepat/tak menutup jalan nafas.
- Awasi letak selang endotrakeal. Catat tanda garis bibir dan bandingkan dengan letak yang diinginkan. Amankan selang dengan hati-hati dengan plester atau penahan selang.
     selang endotrakeal dapat masuk ke bronkus kanan, sehingga menghambat aliran udara ke paru kiri dan pasien beresiko untuk pneumotorax tegangan.
- Catat batuk berlebihan, peningkatan dispnu, secret terlihat pada selang endotrakeal/trakeostomi, peningkatan ronkhi.
    pasien intubasi biasanya mengalami reflex batuk tak efektif atau pasien dapat mengalami gangguan neuromuscular atau neurosensori
- Lakukan suctioning sesuai kebutuhan, batasi penghisapan 15 detik atau kurang. Pilih kateter yang tepat, isikan cairan garam faal steril, bila diindikasikan. Hiperventilasi dengan kantung sebelum penghisapan, gunakan oksigen 100% bila ada.
    penghisapan tidak harus rutin, dan lamanya harus dibatasi untuk menurunkan bahaya hipoksia. Kateter penghisap diameternya harus kurang dari 50% diameter dalam trakeostomi untuk mencegah hipoksia. Hiperventilasi dengan kantung atau nafas panjang ventilator pada oksigen 100% mungkin diinginkan untuk menurunkan atelektasis dan untuk menurunkan hipoksia tiba-tiba.
- Anjurkan pasien untuk melakukan teknik batuk selama penghisapan contoh menekan, nafas pada waktunya dan batuk segi empat sesuai indikasi.
       meningkatkan keefektifan upaya batuk dan pembersihan secret.
- Ubah posisi/berikan cairan dalam kemampuan individu
     meningkatkan drainage sekret dan ventilasi pada semua segmen paru, menurunkan resiko atelektasis.
- Dorong/berikan cairan dalam kemampuan pasien
     membantu mengencerkan secret, meningkatkan pengeluaran.
Kolaborasi
- Berikan fisioterapi dada sesuai indikasi, misal postural drainage, perkusi
      meningkatkan ventilasi pada semua degmen paru dan alat drainage secret.
- Berikan bronkodilator IV dan aerosol sesuai indikasi, misal aminophilin, idiotharine hidroklorida
     meningkatkan ventilasi dan membuang secret dengan relaksasi otot halus/spasme bronkus.
- Bantu bronkoskopi serat optic bila diindikasikan.
      dapat dilakukan untuk membuang secret/perlengketan mukosa.
3. Komunikasi verbal, kerusakan. Dapat dihubungkan dengan :
Hambatan fisik, contoh selang trakeostomi, paralisis neuromuscular.
Intervensi :
Mandiri
- Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi dengan pilihan arti
      alasan untuk dukungan ventilator jangkan panjang bermacam-macam ; pasien dapat sadar dan beradaptasi pada penulisan. Metode komunikasi dengan pasien sangat individual.
- Buat cara-cara komunikasi contoh memperhatikan kontak mata, tanyakan pertanyaan ya/tidak, berikan magic slate, kertas/pensil. Gambar/alphabet, gunakan tanda bahasa yang tepat, validasi arti upaya komunikasi.
    kontak mata menjamin minat komunikasi pasien ; bila pasien mampu untuk menggerakkan kepala, mengedipkan mata, atau nyaman melakukan gerak tubuh, penerimaan dapat dilakukan dengan pertanyaan ya/tidak. Penunjukkan ke papan huruf atau menulis sering melelahkan pasien, kemudian menjadi frustasi karena upaya diperlukan untuk percakapan. Penggunaan papan gambar yang menunjukkan konsep atau kebutuhan rutin dapat menyederhanakan komunikasi.
- Letakkan bel pemanggil dalam jangkauan, yakinkan pasien sadar dan secara fisik mempu menggunakannya.
      lebih mampu untuk rileks, merasa aman.
- Letakkan catatan pada pusat pemanggil informasi staf bahwa pasien tidak mampu bicara.
     menyadarkan semua staf untuk berespons pada pasien di tempat tidur sebagai ganti melalui intercom.
- Dorong keluarga terdekat bicara dengan pasien, berikan informasi tentang keluarga dan kejadian sehari-hari.
    orang terdekat dapat sadar diri dalam perbincangan satu arah, tetapi pengetahuan bahwa ia mampu membantu pasien untuk meningkatkan kontak dengan realita sehingga memungkinkan pasien manjadi bagian dari keluarga dapat menurunkan perasaan kaku.
4. Resiko tinggi infeksi. Dapat dihubungkan dengan :
Tidak adekuat pertahanan tubuh (penurunan kerja silia, statis cairan tubuh), tidak adekuat pertahanan sekunder (tekanan imun), prosedur invasive.
Intervensi :
Mandiri
- Catat factor resiko terjadinya infeksi
    intubasi, ventilasi mekanik lama, ketidakmampuan umum, malnutris, prosedur invasif, perawatan trakeostomi inadekuat adalah factor dimana pasien potensial mengalami infeksi dan lama sembuh. Kesadaran akan factor resiko memberikan kesempatan untuk membatasi efeknya.
- Observasi warna/bau/karakteristik sputum. Catat drainase sekitar selang trakeostomi.
     kuning/hijau, sputum berbau purulen menujukkan infeksi, sputum kental, lengket diduga dehidrasi.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, teknik penghisapan steril.
     sederhana tapi penting mencegah infeksi nosokomial.
- Batasi pengunjung
       individual telah berada pada resiko tinggi infeksi.
- Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi.
      membantu memperbaiki tahanan umum untuk penyakit dan menurunkan resiko infeksi dari statis secret.
Kolaborasi :
- Ambil kultur sputum sesuai indikasi
       mengidentifikasi pathogen dan antimikrobial yang tepat
- Berikan antibiotic sesuai indikasi
     satu atau lebih agen dapat digunakan tergantung pada identifikasi pathogen bila infeksi terjadi.

0 comments:

Posting Komentar