Reaksi Peradangan
Bila jaringan cedera karena terbakar, teriris atau terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agens yang membahayakan jaringan atau mencegah agen ini menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan jaringn baru. Rangkaian reaksi yang terjadi ditempat cedera disebut radang. Respon dari sel-sel disekitar sel yang cidera/ sel yang mati disebut peradangan. Peradangan merupakan suatu reaksi vaskuler berupa:
1. Pengiriman cairan, zat-zat terlarut.
2. Pengiriman sel-sel dari darah yang bersikulasi ke dalam jaringan intertisial hasil akhirnya terjadi nekrosis pada sel yang cidera, yang selanjutnya dapat menetralisasi, membuang agen yang merugikan atau penyakit, menghancurkan jaringan nekrotik sehingga terjadi perbaikan dan pemulihan.
Reaksi radang adalah suatu peristiwa yang di koordinasi dengan baik, dinamis dan kontinyu. Jika jaringan mengalami nekrosis berat maka reaksi peradangan tidak di temukan di tengah jaringan.
Gambaran makroskopis peradangan akut
Peradangan akut merupakan respons langsung tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Gambaran makroskopis peradangan digambarkan pada 2000 tahun lalu dan masih dikenal sebagai tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan, panas, nyeri, dan pembengkakan, atau dalam bahasa Latin klasik, rubor, kalor, dolor, dan tumor. Pada abad terakhir ditambahkan tanda pokok yang kelima, yaitu perubahan fungsi, atau fungsio laesa.
· Rubor atau kemerahan
Arteriol lebar sehingga terjadi hiperemia/ kongesti. Terjadinya proses kongesti inidi atur oleh tubuh secara neurogenik atau secara kimia melalui pengeluaran histamin.
· Color atau panas
Hiperemia lokal tidak mempengaruhi perubahan lokal suhu (daerah yang terkena radang jauh di dalam suhu tubuh).
· Dolor atau rasa sakit
Terjadi PH lokal, konsentrasi ion-ion tertentu yang dapat merangsang ujung-ujung saraf untuk mengeluarkan : histamin, zat kimia abiotik. Pembengkakan jaringan sehingga menimbulkan nyeri atau tekanan lokal.
· Tumor (pembengkakan)
Pengiriman cairan dan sel-sel darah ke jaringan ke intertisial sehingga terjadi penimbunan (eksudat)/cair misal pada cairan luka bakar.
· Functiolesa (perubahan fungsi)
Bila sudah terjadi ke empat dari reaksi radang di atas, maka sudah jelas akan menyebabkan sel atau organ terganggu fungsinya.
Aspek cairan peradangan dan Aspek selular peradangan
Aspek cairan peradangan
Aspek cairan dalam peradangan ialah terjadinya eksudat. Eksudat adalah cairan yang kaya akan protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskuler sebagai akibat reaksi radang.
1. eksudasi
Dinding sel pembuluh darah yang terkecil (kaviler/venula) sehingga memungkinkan molekul-molekul kecil lewat tetapi molekul-molekul besar tidak bisa masuk. Misalnya: protein plasma akan tertahan dalam lumen pembuluh. Selama prooses tersebut terjadi gaya osmotik yang cenderung untuk menahan cairan dalam pembuluh darah tersebut. Keadaan ini diimbangi oleh tekanan hidrostatik dalam pembulih, dan dipertahankan oleh suatu keadaan yang seimbang secara normal. Cairan eksudat mengandung : protein plasma yang cukup besar.
2. Limpatik dan aliran Limfe
Berperan sama seperti sistem vaskuler darah jika kelenjar Limfe terkena radang. Limfadenitis (pembesaran pada kelenjar limfe). Peradangan disuatu daerah akan diikuti dengan kenaikan pada aliran limfe didaerah tersebut.
Aspek selular peradangan
1. Marginasi
Saat aliran darah kedaerah radang bertambah maka viskositas darah naik (aliran melambat) leukosit mulai mengalami marginasi bergerak ke bagian arus terifer sepanjang lapisan pembuluh darah (pengesahan / pavenmenting).
2. Emigrasi
Marginasi dan pavenmenting merupakan permulaan emigrasi leukosit dari pembuluh darah kejaringan sekitarnya.
3. Kemotaksis
Pergerakan aktif leukosit dalam interstisial jaringan yang terkena radang. Gerakan ini terjadi karena adanya signal kimia. Signal kimia antara lain :
Ø Agen penyakit
Ø Jaringan yang rusak
Ø Zat – zat yang diaktifkan dari fraksi protein plasma yang bocor dari aliran darah
Jenis dan fungsi leukosit
Jenis dan fungsi leukosit dalam peradangan yaitu, Neutrofil merupakan primadona radang akut, dijumpai pada abses dan empiema serta akan mengkibatkan leukositosis. Melalui diapedesis sel neutrofil keluar dari pembuluh darah menuju kelokasi jaringan yang cedera secara kemotaksis. Sel inilah yang paling dulu tiba ditempat jejas. Fungsi neutrofil adalah fagositosis bakteri dan destruksi sel dengan enzim lisosomal.
Jenis-Jenis Leukosit Dan Masing-Masing Fungsinya Dalam Peradangan
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat peradangan berasal dari sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus. Dalam keadaan normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum matang dari berbagai jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah "sesuai kebutuhan" jika timbul proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
1.Granulosit.
Terdiri dari : neutrofil, eosinofil, dan basofil. Dua jenis leukosit lain ialah monosit dan limposit, tidak mengandung banyak granula dalam sitoplasmanya.
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat peradangan berasal dari sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus. Dalam keadaan normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum matang dari berbagai jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah "sesuai kebutuhan" jika timbul proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
1.Granulosit.
Terdiri dari : neutrofil, eosinofil, dan basofil. Dua jenis leukosit lain ialah monosit dan limposit, tidak mengandung banyak granula dalam sitoplasmanya.
a)Neutrofil
Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jamjam pertama peradangan adalah neutrofil.Inti dari sel ini berlobus tidak teratur atau polimorf. Karena itu sel-sel ini disebut neutrofil polimorfonuklear (pmn) atau "pool". Sel-sel ini memiliki urutan perkembangan di dalam sumsum tulang, perkembangan ini kira-kira memerlukan 2 minggu. Bila mereka dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi kira-kira 6 jam. Per millimeter kubik darah terdapat kira-kira 5000 neutrofil, kira-kira 100 kali dari jumlah ini tertahan dalam sumsum tulang sebagai bentuk matang yang siap untuk dikeluarkan bila ada sinyal. Granula yang banyak sekali terlihat dalam sitoplasma neutrofil sebenarnya merupakan paket-paket enzim yang terikat membran yaitu lisosom, yang dihasilkan selama pematangan sel. Jadi neutrofil pmn yang matang adalah kantong yang mengandung banyak enzim dan partikel-partikel antimicrobial. Neutrofil pmn mampu bergerak aktif dan mampu menelan berbagai zat dengan proses yang disebut fagositosis. Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang melapisi obyek untuk dicernakan dan membuatnya lebih mudah dimasukkan oleh leukosit. Zat ini dinamakan opsonin. Setelah mencernakan partikel dan memasukkannya ke dalam sitoplasma dalam vakuola fagositosis atau fagosom, tugas berikutnya dari leukosit adalah mematikan partikel itu jika partikel itu agen microbial yang hidup, dan mencernakannya. Mematikan agen-agen yang hidup itu diselesaikan melalui berbagai cara yaitu perubahan pH dalam sel setelah fagositosis, melepaskan zat-zat anti bakteri. Pencernaan partikel yang terkena fagositosis itu umumnya diselesaikan di dalam vakuola dengan penyatuan lisosom dengan fagosom. Enzim-enzim pencernaan yang sebelumnya tidak aktif sekarang diaktifkan di dalam fagolisosom, mengakibatkan pencernaan obyek secara enzimatik.
Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jamjam pertama peradangan adalah neutrofil.Inti dari sel ini berlobus tidak teratur atau polimorf. Karena itu sel-sel ini disebut neutrofil polimorfonuklear (pmn) atau "pool". Sel-sel ini memiliki urutan perkembangan di dalam sumsum tulang, perkembangan ini kira-kira memerlukan 2 minggu. Bila mereka dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi kira-kira 6 jam. Per millimeter kubik darah terdapat kira-kira 5000 neutrofil, kira-kira 100 kali dari jumlah ini tertahan dalam sumsum tulang sebagai bentuk matang yang siap untuk dikeluarkan bila ada sinyal. Granula yang banyak sekali terlihat dalam sitoplasma neutrofil sebenarnya merupakan paket-paket enzim yang terikat membran yaitu lisosom, yang dihasilkan selama pematangan sel. Jadi neutrofil pmn yang matang adalah kantong yang mengandung banyak enzim dan partikel-partikel antimicrobial. Neutrofil pmn mampu bergerak aktif dan mampu menelan berbagai zat dengan proses yang disebut fagositosis. Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang melapisi obyek untuk dicernakan dan membuatnya lebih mudah dimasukkan oleh leukosit. Zat ini dinamakan opsonin. Setelah mencernakan partikel dan memasukkannya ke dalam sitoplasma dalam vakuola fagositosis atau fagosom, tugas berikutnya dari leukosit adalah mematikan partikel itu jika partikel itu agen microbial yang hidup, dan mencernakannya. Mematikan agen-agen yang hidup itu diselesaikan melalui berbagai cara yaitu perubahan pH dalam sel setelah fagositosis, melepaskan zat-zat anti bakteri. Pencernaan partikel yang terkena fagositosis itu umumnya diselesaikan di dalam vakuola dengan penyatuan lisosom dengan fagosom. Enzim-enzim pencernaan yang sebelumnya tidak aktif sekarang diaktifkan di dalam fagolisosom, mengakibatkan pencernaan obyek secara enzimatik.
b) Eosinofil
Merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan dalam eksudat peradangan, walaupun dalam jumlah yang lebih kecil. Eosinofil secara fungsional akan memberikan respon terhadap rangsang kemotaksis khas tertentu yang ditimbulkan pada perkembangan allergis dan mereka mengandung enzim-enzim yang mampu menetralkan efek-efek mediator peradangan tertentu yang dilepaskan dalam reaksi peradangan semacam itu.
c) Basofil
Berasal dari sumsum tulang yang juga disebut mast sel/basofil jaringan. Granula dari jenis sel ini mengandung berbagai enzim, heparin, dan histamin. Basofil akan memberikan respon terhadap sinyal kemotaksis yang dilepaskan dalam perjalanan reaksi immunologis tertentu. Dan basofil biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam eksudat.
Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas granulanya pada berbagai keadaan cedera, termasuk reaksi immunologis maupun reaksi non spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah sumber utama histamin pada reaksi peradangan.
2. Monosit
Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas granulanya pada berbagai keadaan cedera, termasuk reaksi immunologis maupun reaksi non spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah sumber utama histamin pada reaksi peradangan.
2. Monosit
Adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan bermigrasi, tetapi jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu, pada jam jam pertama peradangan relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat. Namun makin lama akan makin bertambah adanya monosit dalam eksudat. Sel yang sama yang dalam aliran darah disebut monosit, kalau terdapat dalam eksudat disebut makrofag. Ternyata, jenis sel yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui jaringan penyambung tubuh walaupun tanpa peradangan yang jelas. Makrofag yang terdapat dalam jaringan penyambung ini disebut histiosit. Dengan banyak hal fungsi makrofag sangat mirip dengan fungsi neutrofil pmn. dimana makrofag akan bergerak secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen. Ada perbedaan penting antara makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat bertahan berminggu-minngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding dengan neutrofil yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran darah dari sumsum tulang dan waktu memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum matang betul seperti halnya neutrofil. Karena neutrofil dalam jaringan dan aliran darah sudah mengalami pematangan (sudah matang), sehingga ia tidak mampu melakukan pembelahan sel dan juga tidak mampu melakukan sintesis enzim-enzim pencenna. Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan mereka mampu memberi respon terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah enzim intrasel. Kemampuan untuk menjalani "on the.job training", ini adalah suatu sifat makrofag yang vital, khususnya pada reaksireaksi immunologis tertentu. Selain itu makrofag-makrofag dapat mengalami perubahan bentuk, selama mengalami perubahan itu, mereka menghasilkan seI-se1 secara tradisional disebut sel epiteloid. Makrofag juga mampu bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak disebut giant cell. Walaupun makrofag merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka tersebar secara luas dalam tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system reticuloendotelial atau RES (Reticulo Endotelial System), yang mempunyai sifat fagositosis, termasuk juga dalam hati, sel tersebut dikenal sebagai sel kupffer. Fungsi utama makrofag sebagai pembersih dalam darah ataupun seluruh jaringan tubuh.Fungsi RES yang sehari-hari penting menyangkut pemrosesan haemoglobin sel darah merah yang sudah mencapai akhir masa hidupnya. Sel-sel ini mampu memecah Hb menjadi suatu zat yang mengandung besi dan zat yang tidak mengandung besi. Besinya dipakai kembali dalam tubuh untuk pembuatan sel-sel darah merah lain dalam sumsum tulang dan zat yang tidak mengandung besi dikenal sebagai bilirubin, di bawa ke dalam aliran darah ke hati, dimana hepatosit mengekstrak bilirubin dari aliran darah dan mengeluarkannya sebagai bagian dari empedu.
3. Limfosit
Limfosit dijumpai pada berbagai jenis radang khususnya setelah berkurangnya netrofil. Limfosit berasal dari stem cell sumsum tulang. Stem cell akan berdiferensiasi menjadi limfosit di organ limfoid primer, misalnya timus dan sumsum tulang. Dari tempat ini limfosit bermigrasimenuju organ limfoid sekunder yaitu limfa, kelenjar getah bening, sentrum germinativum berbagai organ (misal tonsil, plak peyer, apendiks), dijumpai sebagai sel T dan sel B. Sel T menghasilkan limfokin yang akan menarik sel tertentu misalnya makrofag dan basofil yang berfungsi sebagai mediator non spesifik pada radang. Sel B akan berubah menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin. Imunoglobulin berperan dalam sistem imun sebagai antibody yang akan menetralkan toksin yang dihasilkan bakteri, melakukan opsonisasi dan mengakibatkan bakteriolisis dengan bantuan komplemen3. Limfosit
1.5 Bentuk peradangan
1. Eksudat non seluler
· Eksudat serosa: terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh darah yang permeable dalam daerah radang bersama-sama dengan cairan yang menyertain nya.
· Eksudat fibrinosa: protein yang dikeluarkan mengandung fibrinogen yang sangat banyak.
· Eksudat kataral / musinosa: terbentuk d atas permukaan membran mukosa dimana terdapat sel-sel yang mensekresi musin.
· Neutrofil folimorponuklear: disebut puruler yang sangat sering terbentuk akibat infeksi bakteri.
2. Transudat
Jika cairan tertimbun di dalam jaringan karena alsan –alasan lain yang bukan di akibat kan oleh perubahan permeabilitas pembuluh.
3. Eksudat seluler
· Eksudat Neutrofilik
Eksudat yang paling sering dijumpai dalam jumlah yang begitu banyak sehingga lebih menonjol daripada bagian cairan dan proteinosa. Eksudat neutrofilik semacam ini disebut furulen.
· Eksudat campuran
Seperti yang diduga, sering terjadi campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan campurannya. Campuran ini meliputi eksudat fibrinopurulen, yang terdiri atas fibrin dan PMN, eksudat mukoporulen terdiri atas musin dan PMN : eksudat serofbrinosa. Eksudat-eksudat seperti eksudat musinosa dan mukokurulen khas untuk membran mukosa.
Regenerasi sel
Reaksi pemulihan segera timbul setelah jejas, sementara radang akut masih berlangsung. Pemulihan ini terdiri dari penggantian sel mati oleh sel hidup. Sel-sel baru ini dapat berasal dari parenkim atau stroma jaringan ikat yang terjejas. Kemampuan manusia dalam beregenerasi sanagt terbatas, hanya beberapa sel saja yang dapat beregenerasi dan dalam waktu tertentu.
Pemulihan sel yang mati biasanya melibatkan proliferasi jaringan ikat disertai dengan pembentukan jaringan parut. Keutuhan anatomi jaringan tersebut pulih kembali, pemulihan demikian tentunya tidak sempurna karena sel-sel parenkim yang fungsional digantikan oleh jaringan ikat yang tidak khas. Pergantian sel parenkim yang mati oleh proliferasi sel cadangan hanya dapat berlangsung bila sel-sel jaringan mampu bertambah banyak. Sel tubuh dibagi tiga berdasarkan kemampuan untuk regenerasi yaitu sel labil, sel stabil dan sel permanen. Sel labil dan sel stabil dapat berproliferasi sepanjang hidupnya, sebaliknya sel permanen tidak dapt berproliferasi. Sel permanen yang rusak tidak dapat diganti oleh proliferasi sel parenkim yang tertinggal. Sel labil secara terus menerus dapat berproliferasi sepanjang hidupnya dan mengganti sel yang lepas atau mati melalui proses faali.yang termasuk kedalam golongan ini adalah sel epitel permukaan tubuh, seperti sel epidermis, epitel pelapis rongga mulut, saluran pencernaan dan pernapasan, saluran pelapis duktus, serta saluran genitalia wanita dan pria. Pada tempat-tempat tersebut sel permukaan akan lepas sepanjang hidupnya dan akan diganti oleh sel cadangan yang berlanjut. Sel stabil mampu beregenerasi, tetapi dalam keadaan normal tidak bertambah banyak secara aktif sebab masa hidupnya dapat bertahun-tahun, mungkin seumur dengan alat tubuhnya itu sendiri. Sel parenkim semua tubuh, termasuk hati, pankreas, kelenjar liur dan endokrin, sel tubuli ginjal dan kelenjar-kelenjar kulit, termasuk sel stabil. Sel mesenkim dan jaringan yang berasal dari mesenkim juga dimasukan dalam golongan sel stabil karena memiliki daya regenerasi yang tinggi dan sebagian sel mesenkim mampu berberdiferensiasi menurut beberapa jalur sehingga memungkinkan penggantian unsur-unsur mesenkim khusus. Sel endotel otot polos juga digolongkan dalam sel stabil. Pembuluh darah orang dewasa memiliki derajat penggantian yang rendah.
Perbaikan dan Regenerasi
Jaringan dapat rusak dengan berbagai cara. Kerusakan dapat diakibatkan secara langsung oleh trauma fisik, kimiawi ataupun jasad renik. Tambahan pula reaksi peradangan itu sendiri dapat menyebabkan kerusakan yang luas pada jaringan. Apapun yang menjadi sebab daripada kerusakan jaringan, pergantian jaringan dilakukan dengan jalan migrasi sel dari tempat lain atau cara sebagai berikut :
1. Jaringan yang hilang digantikan dengan jaringan ikat, sehingga terjadi jaringan parut. Proses pergantian ini dikenal dengan nama repair atau perbaikan.
2. Jaringan yang rusak diganti dengan jaringan baru yang berasal dari proliferasi sel-sel sekitarnya proses ini dikenal dengan nama regenerasi.
1.5 Pemulihan oleh jaringan ikat
Penyembuhan luka merupakan serangkaian langkah yang berurutan paling baik diikuti dengan perbaikan luka jaringan lunak yang sederhana, insisional :
(1). Luka insisi ;
(2) perdarahan, hemostatis pembentukan bekuan permukaan menjadi kering, membentuk keropeng ;
(3) respon peradangan akut ;
(4) kontraksi tepi luka ;
(5) debridemen pembersihan darah dan debris lain oleh pagosit ;
(6) stadium organisasi atau proliferasi, pembentuk jaringan granulasi untuk mengisi luka (pembentukan pucuk kapiler dari angioblas, kolagen, dari fibroblas, dan migrasi sel-sel epitel dari tepi luka dibawah keropeng menuju tengah luka)
(7) malturasi kolagen dan kontraksi parut
(8) remodeling parut
Koordinasi pembentukan parut dan regenerasi mungkin paling mudah dilukiskan pada penyembuhan luka dikulit. Jenis penyembuhan dan paling sederhana terlihat pada penanganan luka oleh tubuh seperti pada ensisi pembeahan, yang tepi lukanya dapat saling didekatkan untuk memulainya proses penyembuhan. Penyembuhan semacam itu disebut penyembuhan primer atau healing by first intention.
Fase Inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari.
Respons vaskular dan selular terjadi ketika jaringan cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet terbentuk dalam upaya untuk mengontrol pendarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula. Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan vasokonstriksinya karena norepinefrin dirusak oleh enzim intraselular. Juga, histamin dilepaskan, yang meningkatkan permeabilitas kapiler. Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium vaskular selama 2 sampai 3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.
b. Fase Proliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari.
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru. Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3 % sampai 5% dari kekuatan aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59% kekuatan luka tercapai. Tidak akan lebih dari 70% sampai 80% kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin, terutama vitamin C, membantu dalam proses metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan luka.
c. Fase Maturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan tahunan.
Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.
Faktor pertumbuhan pada regenerasi sel dan fibrosis
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka:
· Proliferasi sel ( perbanyakan dari sel ).
· Akitivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi suplay darah lokal.
· Penyakit lain/ jaringan nekrotik dalam luka.
· Infeksi luka.
· Imobilisasi yang tidak sempurna.
· Kurang gizi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :
Pengaruh sistemik :
- Nutrisi
- Gangguan pada darah
- Diabetes melitus
- Hormon
Pengaruh lokal :
- Aliran darah lokal
- Infeksi
- Benda asing
- Imobilisasi luka
Penyembuhan luka primer sekunder kekuatan luka
Penyembuhan luka. Koordinasi pembentukan parut dan regenerasi barangkali paling mudah dilukiskan pada kasus penyembuhan luka kulit. Jenis penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada penanganan luka oleh tubuh seperti pada insisi pembedahan, dimana pinggir luka dapat didekatkan agar proses penyembuhan dapat terjadi. Penyembuhan semacam ini disebut penyembuhan primer atau healing by first intention. Setelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah itu terjadilah reaksi peradangan akut pada tepi luka itu dan sel-sel radang, khususnya makrofag, memasuki bekuan darah dan mulai menghancurkanya.
Dekat reaksi peradangan eksudat ini, terjadi pertumbuhan ke dalam oleh jaringan granulasi ke dalam daerah yang tadinya ditempati oleh bekuan darah. Dengan demikian maka dalam jangka waktu beberapa hari luka itu dijembatani oleh jaringan granulasi yang disiapkan agar matang menjadi jaringan parut. Sementara proses ini berjalan maka epitel permukaan di bagian tepi mulai melakukan regenerasi dan dalam waktu beberapa hari bermigrasi lapisan tipis epitel diatas permukaa luka.Waktu jaringan parut di bawahnya menjadi matang, epitel ini juga menebal dan matang sehingga menyerupai kulit yang didekatnya. Hasil akhirnya adalah terbentuknya kembali permukaan kulit dan dasar jaringan parut yang tidak nyata atau hanya terlihat sebagai satu garis yang menebal. Pada luka lainnya diperlukan jahitan untuk mendekatkan kedua tepi luka sampai terjadi penyembuhan.
Bentuk penyembuhan kedua terjadi jika luka kulit sedemikian rupa sehingga tepi luka tidak dapat saling didekatkan selama proses penyembuhan. Keadaan ini disebut healing by second intention atau kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi.
Penyembuhan pada insisi luka secara pembedahan dengan tepi yang didekatkan dikatakan merupakan penyembuhan primer ; pembentukan parut minimal. Sebaliknya luka yang kasar dan bercelah dengan banyak kerusakan jaringan (misal, ulkus pada kulit) mengakibatkan proses penyembuhan lebih lambat dengan pembentukan parut yang jauh lebih banyak dan disebut dengan penyembuhan sekunder atau penyembuhan disertai granulasi.Bentuk penyembuhan kedua terjadi jika luka kulit sedemikian rupa sehingga tepi luka tidak dapat saling didekatkan selama proses penyembuhan. Keadaan ini disebut healing by second intention atau kadang kala disebut penyembuhan yang disertai granulasi.
1.0 Aspek patologis pemulihan-peradangan
Reaksi fase akut diperantarai oleh sitokin yang dihasilkan oleh leukosit yang berperan dalam reaksi peradangan. Satu reaksi yang dikenal adalah demam, yang dihasilakan oleh kerja sitokin pada pusat pengatur suhu dihipotalamus. Leukositosis, yaitu peningkatan jumlah leukosit didalam sirkulasi darah, diakibatkan dari stimulasi maturasi leukosit yang diperantarai sitokin dan pelepasan dari sumsum tulang titik. Reaksi fase akut lalin adalah peningkatan sintesis ‘protein fase akut’ dihati seperti protein C-reaktif dan protein cerum amyloid-as-sociated (SAA), dan komponen-komponen koagulasi serta sistem komplemen. Peningkatan ini ada beberapa protein berkaitan dengan peningkatan laju endap darah (LED). Reaksi peradangan tersebut menimbulkan gejala seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan dan berbagai derjat kecacatan dan kelelahan yang luar biasa.
Daftar Pustaka
Robbins, Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi I.Surabaya.EGC
Pringgautomo, Sudarto, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta. Sagung Sento
A.Price, Sylvia.2006. Patofisiologi Volume 1 edisi 6. Jakarta. EGC
0 comments:
Posting Komentar