BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Diare seringkali dianggap penyakit yang biasa dan sering dianggap sepele penanganannya. Pada kenyataanya diare dapat menyebabkan gangguan sistem ataupun komplikasi yang sangat membahayakan bagi penderita. Beberapa di antaranya adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, shock hipovolemia, gangguan berbagai organ tubuh, dan bila tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian menjadi penting bagi perawat untuk mengetahui lebih lanjut tentang diare, dampak negative yang ditibulkan, serta upaya penanganan dan pencegahan komplikasinya.
Pada kasus pemenuhan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, sebenarnya masih ada diagnosa keperawatan yang mungkin muncul. Tetapi pada kasus ini difokuskan pada kasus diare, sehingga tindakan keperawatan lebih banyak diarahkan pada rehidrasi pasien, dan ternyata banyak sekali yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan.
1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini adalah :
1. Meningkatkan pemahaman tentang diare
2. Mengidentifikasi masalah keperawatan yang berhubungan dengan adanya gangguan cairan dan elektrolit pada klien diare
3. Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pada klien diare.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Fisiologi Usus Besar
Kolon atau usus besar terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid yang bermuara di rektum dan anus. Arteri yang memperdarahi usus besar meliputi eteri mesenterika superior (untuk kolon bagian kanan), arteri mesenterika inferior (untuk kolon bagian kiri), serta arteri hemoroidales. Sistem saraf yang mempengaruhi kerja usus besar adalah sisten saraf otonom kecuali spingter eksterna oleh sistem saraf volunter.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit yang sebagian besar berlangsung di usus besar bagian kanan, fungsi sigmoid sebagai reservoir untuk dehidrasi massa feses sampai defekasi berlangsung. Sekresi kolon merupakan mukus dan HCO3, mukus bekerja sebagai pelumas dan melindungi mukosa kolon sedangkan HCO3 berperan dalam kestabilan jumlah bakteri dalam kolon dan menjaga tingkat keasaman dalam kolon, pada peradangan usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin bertanggung jawab akan kehilang protein dalam feses, juga menyebabkan kehilangan HCO3 yang bertanggung jawab terhadap sebagian gangguan keseimbangan asam basa.
Bakteri dalam kolon melakukan banyak fungsi yaitu mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B, serta melakukan pembusukan sisa makanan yang tidak bisa diabsorpsi usus halus. Selama proses pembusukan dihasilkan berbagai peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak serta beberapa gas (amonia, H2, H2S, dan CH4). Sebagian zat-zat ini dibuang bersama feses dan yang lainnya diabsorpsi dan ditransfor ke hati untuk diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresi melalui urin.
2.2. DIARE
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Menurut Haroen N, S. Suraatmaja, dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Menurut C.L Betz, dan L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus. Menurut Suradi, dan Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Enteritis adalah infeksi yang disebabkan virus maupun bakteri pada traktus intestinal (misalnya kholera, disentri amuba). Diare psikogenik adalah diare yang menyertai masa ketegangan saraf / stress.
2.2.1 Etiologi Diare
a. Faktor infeksi : Bakteri, virus, parasit, kandida
b. Faktor parenteral : infeksi di bagian tubuh alin (OMA sering terjadi pada anak-anak)
c. Faktor malbabsorpsi : karbohidrat, lemak, protein
d. Faktor makanan : makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran yang dimasak kurang matang, kebiasaan cuci tangan
e. Faktor psikologis : rasa takut, cemas
2.2.2 Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah adanya peningkatan bising usus dan sekresi isi usus sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan agen iritasi atau agen infeksi. Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare dan absorpsi air serta elektrolit terganggu. Sebagai homeostasis tubuh, sebagai akibat dari masuknya agen pengiritasi pada kolon, maka ada upaya untuk segera mengeluarkan agen tersebut. Sehingga kolon memproduksi mukus dan HCO3 yang berlebihan yang berefek pada gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi darah.
Agen infeksi pada usus besar
Enterotoksin dan cytotoksin
Mengiritasi dan merusak dinding sel usus
Bising usus ↑
Sekresi mukus dan HCO3 ↑ absorbsi air dan elektrolit ↓
Pengeluaran isi usus ↑
Frekuensi BAB ↑ sekresi cairan dan elektrolit ↑
Diare gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.2.3 Manifestasi klinis
a. Bising usus meningkat, sakit perut atau mules
b. Diare, vomitus, tanda dehidrasi (+)
c. Asidosis, hipokalemia, hipotensi, oliguri, syok, koma
d. Pemeriksaan mikro organisme (+) ( misalnya amoeba)
e. Bisa ada darah dan mukus (lendir) dalam feses (misalnya pada disentri amuba)
2.2.4 Komplikasi pada diare
Menurut Bongard (2002), ada 5 komplikasi utama yang muncul pada kasus diare, yaitu:
a. Dehidrasi
Dehidrasi Ringan; Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
Dehidrasi Sedang; Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
Dehidrasi Berat; Kehilangan cairan 8 – 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
b. Renjatan hipovolemik
Ringan (kehilangan cairan < 20% volume darah); pasien mengeluhkan perasaan dingin, perubahan tekanan darah dan nadi, kulit pucat, dingin, lembab, flat neck veins, urin pekat
Sedang (defisit 20-40 % dari volume darah); pasien mengaluh haus, tekanan darah turun pada posisi supine, oliguria.
Berat (defisit cairan >40 % volume darah); pasien tampak gelisah, lemah, bingung, obtune,tekanan darah rendah dan nadi tak teraba, takhipnea, jika progres berlanjut terjadi cardiac arrest.
c. Kejang
d. Bakteriemia
e. Malnutrisi
f. Intoleran sekunder akibat kerusakan mukosa usus (perforasi)
2.2.5 Penatalaksanaan
a. Banyak minum
b. Rehidrasi perinfus
c. Antibiotika yang sesuai
d. Diit tinggi protein dan rendah residu
e. Obat anti kolinergik untuk menghilangkan kejang abdomen
f. Tintura opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain)
g. Transfusi bila terjadi perdarahan
h. Pembedahan bila terjadi perforasi
i. Observasi keseimbangan cairan
j. Cegah komplikasi
2.2.6 Terapi cairan (intra vena)
a. Pungsi vena (pemasangan infuse)
Pemilihan dan pengkajian vena yang hati-hati adalah penting untuk prosedur yang berhasil. Pemilihan tersebut adalah
- Gunakan vena-vena distal terlebih dulu
- Gunakan lengan pasien yang tidak dominan jika mungkin
- Pilih vena-vena diatas area fleksi
- Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat
- Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktifitas pasien sehari-hari
- Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang direncanakan
Prosedur pemasangan kateter IV (infuse)
- Persiapan alat ; kateter IV (ukuran disesuaikan), infuset, tiang infus, transparant dressing, sarung tangan, torniquet, kapas alkohol (povidon iodin), baki dan alas tindakan, bak steril, cairan infus yang dibutuhkan.
- Cuci tangan
- Pilih vena yang paling baik
- Pasang alas tindakan
- Pakai sarung tangan
- Pasang torniquet
- Fiksasi vena; letakan ibu jari anda diatas vena untuk mencegah pergerakan dan untuk meregangkan kulit melawan arah penusukan
- Tusuk vena
- Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit
- Dorong kateter ke depan vena kira-kira ¼ sampai ½ inci sebelum melepas stylet; lepaskan regangan kulit, pegang stylet, dan dorong kateter
- Lepaskan torniquet dan tarik stylet
- Pasang ujung selang infus atau tutup injek intermiten
- Pasang transparant dressing dan fiksasi dengan plester
- Beri label pada tempat pemasangan
- Bereskan alat
- Cuci tangan
b. Cairan Intravena (IV)
Cairan IV diklasifikasikan sebagai larutan isotonik, hipotonik, atau hipertonik yang tergantung pada efek cairan dan komponen cairan intra sel (CIS) dan cairan ekstra sel (CES).
1) Larutan isotonik
Larutan isotonik digunakan untuk menambah volume CES. Larutan ini mengandung konsentrasi larutan yang sama dengan cairan tubuh dan menghasilkan tekanan osmotik yang sama dengan CES dalam keadaan normal atau stabil.
Larutan NaCl 0,9%, RL, dan dextrose 5% semua berfungsi sebagai larutan isotonik. Jika larutan isotonik diinfuskan kedalam sistem intravaskuler, volume cairan meningkat. Satu liter larutan isotonik menambah CES dengan satu liter, tiga liter cairan isotonik diperlikan untuk mengganti 1 liter darah yang hilang.
Berdasarkan konsentrasinya, larutan isotonik dibedakan menjadi larutan kristaloid (untuk dehidrasi) dan larutan koloid (untuk hipovolemia. Larutan koloid bisa bertahan didalam sistem vaskuler > 20 jam.
2) Larutan hipotonik
Larutan hipotonik menghasilkan tekanan osmotikyang lebih randah daripada CES. Infus cairan hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan deplesi cairan intravaskuler, hipotensi, edema seluler dan kerusakan sel.
Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi yang serius, pasien dan infus harus dipantau dengan teliti. NaCl 0,45% dan 0,3% memberikan air, natrium dan klorida bebas untuk membantu ginjal dalam mengekskresi solut.
Jangan memberikan aquabidest secara intravena kecuali bila digunakan sebagai pengencer obat karena akan memberikan efek sangat hipotonik pada sel darah dan dapat mengebabkan lisis sel darah merah.
3) Larutan hipertonik
Larutan hipertonik menghasilkan tekanan osmotik yang lebih besar daripada CES, digunakan untuk menggeser CES ke dalam plasma darah dengan melakukan difusi cairan dari jaringan untuk menyamakan solut dalam plasma. Kelebihan cairan hipertonik yang cepat dapat menuebabkan kelebihan (overload) sirkulasi dan dehidrasi. Cairan IV hipertonik adalah Dextrose 5% dalam NaCl 0,9%, dekstrose 5% dalam RL, dextrose 10% dan yang lebih besar lagi.
c. Cara penghitungan cairan, dosis obat dan koreksi elektrolit
Perhitungan kecepatan aliran perlu untuk melengkapi pemberian cairan dan obat-obat IV yang aman.
1) Perhitungan kecepatan aliran infus (Brunner dan Suddarth, 2007)
Hal yang perlu diperhatikan; voluke cairan yang diinfuskan, waktu infus total, kalibrasi set pemberian yang digunakan (jumlah tetesan/ml dalam paket infuset), menggunakan rumus sebagai berikut
Gtt/mnt dari set x volume total per jam = gtt/mnt
60 mnt
2) Perhitungan obat inotropik/norepineprin (Terapi Intravena, 1998)
Dosis(µg) x KgBB x mnt = ......cc/jam K= terlarut (µg)
K pelarut (ml)
Obat yang menggunakan rumus tersebut biasanya adalah dopamine (200mg/amp), dobutamin (250 mg/amp), norepineprin (2, 4, 8 mg/ml)
3) Perhitungan koreksi elektrolit (Terapi Cairan, 2005)
a) Koreksi kalium dan bicarbonat
⅓ x BB x (N – H) N; nilai normal H; hasil pemeriksaan laboratorium
b) Koreksi natrium
Na (N – H) x BB x total body water (persamaam I)
N ; Na normal (135) H ; Na hasil pemeriksaan total body water ; 60%
Atau dengan perhitungan; ditentukan kenaikan Na yang diinginkan (χ)
Laki-laki: χ x 0,6 x BB = ......liter
513
Untuk perempuan : χ x 0,5 x BB = ......liter
513
Catatan : natrium mulai dikoreksi jika hasil < 125 mEq/L
Maksimal pemberian titrasi 12 mEq/24 jam
2.3 Proses Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik.
a. Data demografi klien
b. riwayat kesehatan
gaya hidup, kebiasaan makan, kepercayaan, perubahan berat badan, perubahan frekuensi BAK, mual, muntah, frekuensi BAB
c. pemeriksaan fisik
secara umum fokus pengkajian pada pasien dengan gangguan cairan pada diare meliputi;
1) berat badan turun dari biasanya
2) tanda-tanda vital, pada kondisi diare TD turun, HR naik, RR naik, S bisa naik bisa turun
3) intake output cairan. Oliguria atau anuria
4) edema, pada diare akut jarang terjadi edema, namun pada diare kronis kadang ditemukan edema ekstrimitas karena kehilangan perotein
5) turgor, keelastisan kulit berkurang pada pasien dengan diare
6) mulut kering, saliva berkurang, konjunktiva kering
7) kolaps vaskuler, nadi lemah
8) kejang, perubahan kesadaran; apatis sampai dengan koma
9) keluhan; diare lebih dari 3x dalam sehari, mual, muntah
10) pada pemeriksaan lab; hematokrit meningkat, ureum dan kreatinin serum meningkat, Na dan K meningkat, perubahan nilai AGD, pemeriksaan feses (darah mungkin +, lendir mungkin +, kultur MO +)
d. kemungkinan daftar masalah keperawatan yang muncul pada klien diare :
1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang dari kebutuhan.
2. Nausea
3. Resiko gangguan integritas kulit
4. Tidak efektifnya perfusi jaringan
5. Defisit pengetahuan
e. tujuan yang ingin dicapai
1) gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang dari kebutuhan
a) keseimbangan elektrolit dan asam basa ; HR reguler normal, respirasi reguler normal, elektrolit normal, ureum kreatinin serum normal, AGD normal
b) keseimbangan cairan; TD normal, MAP normal, nadi teraba, tidak haus, intake output dalam 24 jam seimbang, turgor baik.
c) Rehidrasi
d) status respirasi; pertukaran gas ; RR dan irama respirasi dalam batas normal
e) status tanda-tanda vital; tanda-tanda vital dalam batas normal
2) nausea
a) level kenyamanan; keluhan nyeri perut / mules berkurang/hilang, frekuensi BAB berkurang, ekspresi wajah tenang dan senang
b) hidrasi; turgor baik, membran mukosa tampak lembab, level hematokrit normal, urin out put 0,5 – 1 cc/kgBB/jam
c) status nutrisi; intake nutrisi dan cairan sesuai(prosi habis), BB kembali ke semula
a) resiko gangguan integritas kulit; resiko terkontrol, tidak terjadi terjadi lecet di sekitar anus
3) tidak efektifnya ferpusi jaringan; capillary refill time < 3’’, akral tidak dingin, nadi perifer kuat, sadar, tidak gelisah
4) defisit pengetahuan
2.3.2 Perencanaan dan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan
1) cek dan koreksi nilai elektrolit bila perlu, EKG
2) pasang infus isotonis kristaloid, berikan cairan sesuai kebutuhan, awasi dan catat keseimbangan I-O, pasang kateter urine, anjurkan banyak minum yang mengandung elektrolit
3) Observasi fungsi renal (level ureum dan krearinin)
4) Observasi turgor dan integritas kulit disekitar anus
5) Observasi frekuensi dan jumlah BAB (diare)
6) Modifikasi perilaku dan jenis makanan (rendah serat tinggi kalori tinggi protein)
7) Evaluasi dan observasi intake nutrisi dan cairan
8) Transfusi bila perlu
9) manajemen shock: volume dan pencegahan, observasi tanda-tanda vital
10) kaji faktor resiko dan penyebab
11) berikan penjelasan tentang proses penyakit, efek dan proses penularan
12) kolaborasi untuk pemberian terapi anti diare, anti emetik, antibiotik
13) berikan O2 sesuai kebutuhan
2.3.3 Evaluasi
evaluasi secara terus menerus proses tentang cairan, elektrolit, keseimbangan asam-basa.
a. Komplikasi yang terjadi adalah gangguan fungsi ginjal
Klasifikasi akut kidney injury (gangguan fungsi ginjal akut)
Stage | Kreatinin | Output urine |
risk | ↑ 1,5 x | < 0,5 cc/KgBB/jam (selama 6 jam) |
injuri | ↑ 2 x | < 0,5 cc/KgBB/jam (selama 12 jam) |
fail | ↑ 3 x | < 0,3 – 0,5 cc/KgBB/jam (selama 24 jam) |
loss | ||
endstage |
b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
c. Kadar elektrolit; Na (135 – 145 mEq/L), K (3,5 – 5 mEq/L)
d. Keadaan insersi infus harus dalam keadaan baik
Hal yang harus dipertimbangkan selama periodik dari keseluruhan sistem infus :
· IV adalah pemberian infus pada kecepatan yang telah ditetapkan
· Semua sambungan utuh
· Cairan yang benar diinfuskan pada pasien
· Selang IV ditempatkan dengan benar
· Tabung tetesan infus berisi cairan dengan batas yang benar
· Selang diperiksa dan penggantiannya dipertimbangkan
BAB III
TINJAUAN KASUS
Klien datang ke UGD dengan keluahan BAB mencret > 6 x dalam sehari, mual, sakit perut, badannya terasa lemes, keluhannya sudah berlangsung 2 hari. Menurut istrinya, sehari sebelum kejadian klien berbuka puasa dengan es buah yang dibeli di dekat rumahnya. Pada saat dibawa ke RS klien klien tampak pucat, badannya lemes, tubuhnya teraba dingin. Pada saat diukur tekanan darahnya 80/50 mmHg, klien tampak sesak, RR 35 x/mnt, nadi 130 x/mnt, turgor ±6’’, pada saat dipasang kateter urine, didapat urin 100 cc
3.1. Pengkajian
1. Data demografi klien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluh BAB mencret > 6 x dalam satu hari, perut terasa mules
b. Riwayat kesehatan
Pada saat pengkajian klien tampak lemes, gelisah, menurut istrinya dua hari yang lalu klien mengeluh BAB mencret sampai >6x/hr dan mual, tapi klien tetap ingin berpuasa. Sehari sebelumnya klien berbuka puasa dengan es buah yang dibeli di dekat rumahnya.pada saat dibawa ke RS klien klien tampak pucat, badannya lemes, bicara ngelantur, tubuhnya teraba dingin.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
TD : 80/50 mmHg
RR : 35 x/mnt
Nadi : 130 x/mnt reguler, nadi radialis lemah
Suhu : 35,4 ºc
b. Fokus data pada pemeriksaan fisik
Kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), gelisah, mulut tampak kering, kulir tampak kering, turgor menurun ±6´, nadi radialis lemah, vena kecil dan keras, terpasang dower kateter, diuresis 5 cc/jam (BB 55kg), terpasang infus di vena sefallika kanan RL 104 cc/jam, dobutamin 5ug/kgbb/mnt, dopamin 3ug/kgbb/mnt,HR 130 x/mnt reguler, RR 35 x/mnt cepat dangkal, akral teraba dingin
4. Data Penunjang
Tanggal 27 Agustus 2011
Hb : 14 /dl
Leukosit : 12000 /dl
Trombosit : 325000 /dl
Hematokrit : 50 %
GDS : 150 mg/dl
Ureum : 123 mg/dl
Kreatinin : 3,9 mg/dl
Na : 130 mEq/lt
Kalium : 3,0 mEq/lt
5. Analisa Data
Data | etiologi | Masalah keperawatan |
DS : - riwayat diare >6 x/hr - Riwayat mual - Mules / sakit perut DO : - mulut dan kulit tampak kering - Turgor ↓ (±6´) - Nadi radialis teraba lemah - Vena kecil dan keras - Diuresis 5 cc/jam - Hematokrit 50 % - GDS 150 mg/dl - Ureum 123 mg/dl - Kreatinin 3,9 mg/dl - Na 130 mEq/lt - K 3,0 mEq/lt - TD 80/50 mmHg - HR 130 x/mnt, reguler | Terlampir dibawah | Defisit volume cairan |
- kesadaran delirium - GCS 15 - Gelisah - TD 80/50 mmHg - HR 130 x/mnt - RR 35 x/mnt, cepat dan dangkal | ||
Invasi mikroorganisme (MO) di usus besar
Enteritis
Respon untuk mengeluarkan agen infeksi iritasi traktus intestinal
Kecepatan seresi ↑ ulserasi lumen kolon saraf aferen vagus+saraf simpatis
diare bising usus ↑ perdarahan pusat muntah
HCl lambung ↑
Absorpsi cairan ↓ absorpsi Na, K ↓ mual
Hipovolemia hiponatremia, hipokalemia
dehidrasi shock hipovolemik
turgor ↓ mekanisme stress
HR ↑ GD ↑ nadi lemah TD ↓ RR ↑ mata cekung BU↓
Reseptor regang
sekresi saliva ↓ sekresi air mata ↓ sekresi kelenjar keringat ↓ hipoperfusi jaringan
hipoperfusi jaringan
hipoperfusi ginjal hipoperfusi otak + imbalance elektrolit metabolisme ↓
ADH perubahan status kesadaran energi ↓
Reabsorbsi Na & air gelisah lemah/lemes
Oliguria/anuria gangguan fungsi ginjal
Ureum dan kreatinin ↑
6. Data Obat-obatan
Metronidazole infus 3 x 500mg
Ceftriaxon injek 2 x 1gr
Ranitidin injek 3 x 1 ampul
Ondancentron 3 x 1 ampul
Infus RL 104 cc/jam
Lacto AD sachet 3 x 1 sachet
Carbo adsorben 3 x 3 tablet
Aspar k 2 x 1 tablet
7. Diagnosa Perawatan Berdasarkan Prioritas
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang dari kebutuhan
3.2. Perencanaan
DP | tujuan | intervensi | rasional |
I | Dalam 2 hr defisit volume terpenuhi; - TD >100/60 - RR reguler, 12-20 x/mnt - HR 60-80 x/´ - S 36-37ºc - Tugor < 3’’ - Diuresis 0,5-1 cc/kgbb/j - Bibir lembab - Na 135-145 mEq/L - K 3,5-5 mEq/L - Ureum < 45 /dl - Kreatinin < 1.1/dl | - Observasi TTV - Observasi dan catat I-O - Pasang infus RL 2½ lt/hr - Anjurkan banyak minum cairan yang mengandung elektrolit (oralit, larutan gula garam) - Diit rendah serat, tinggi protein tinggi kalori - Periksa Na, K - Periksa ureum, kreatinin - Kolaborasi pemberian antibiotik, antiemetik, tablet Kalium, anti diare | |
- akral hangat - Tidak sianosis - AGD normal - GCS 15 - Tidak gelisah | - Observasi respirasi - Oksigen sesuai hasil AGD - Cek AGD - Posisi supine - Kolaborasi pemberian inotropik (awasi kesesuaian dosis) - Observasi kesadaran | ||
3.3 Pelaksanaan
1. Memasang infuse dan merawat dressing (balutan) infus
2. Mengobservasi adanya komplikasi pemasangan infus dan mengganti selang infus secara berkala.
3. Memberikan cairan infuse RL (ringers laktat)
Intake cairan normal pada orang dewasa (Fundamental of Nursing , ); air dari minum 1500 cc, air dari makanan 700 cc, air yang terhirup dengan oksigen 200 cc. Kehilangan cairan dari tubuh; dari kulit 300 – 400 cc, paru-paru 300 – 400 cc, saluran cerna 200 cc, ginjal 1200 – 1500 cc.
Pada kasus diare, terjadi kehilangan cairan ekstra sel dan penurunan fungsi absorpsi elektrolit seperti Na, K, HCO3, Ca, dan sejumlah nutrisi sehingga membutuhkan jenis cairan isotonis untuk mengganti kehilangan tersebut. Berikut adalah komposisi cairan infuse isotonis
Jenis infuse | Komposisi ( mEq) |
Dextrose 2,5% in 0,45% saline | 77 Na+ , 77 Cl‾ |
Dextrose 5% in 0,2% saline | 38 Na+ , 38 Cl‾ |
Dextrose 5% in water | |
Ringer’s lactat (RL) | 130 Na+ , 4 K+, Ca++ , 109 Cl‾ , 28 lactat |
Normal saline 0,9% | 154 Na+ , 154 Cl‾ |
Dextran 40 10% in NS 0,9% or D5W | |
Dextran 70% in NS |
Dextran 40 10% in NS adalah larutan koloid yang diindikasikan untuk meningkatkan volume plasma pada pasien shock, tapi kontra indikasi pada pasien dehidrasi. Dextran 70% bisa bertahan selama 20 jam di dalam plasma dan diindikasikan untuk shock hemoragik, operasi, luka bakar.
Pada kasus diare terjadi kehilangan cairan ekstra sel dan beberapa elektrolit sehingga dipilih RL untuk menggantikan kehilangan tersebut. RL mengandung Na+ 130 mEq, K+ 4 mEq, Ca++, 109 Ci‾ , dan 28 lactat. Selain mengandung elektrolit juga mengandung laktat. Laktat bisa dirubah menjadi virupat oleh hati dan menghasilkan ATP, sehingga bisa memenuhi kebutuhan energi.
Tujuan terapi intravena adalah memberikan cairan dalam jumlah besar secara cepat kepada pasien untuk mengatasi kehilangan cairan yang serius dan disebabkan oleh dehidrasi berat. Menurut WHO (1992) bagian pertama cairan intravena (30 ml/kgBB) diberikan dengan cepat (dalam waktu 60 menit untuk bayi < 12 bulan, 30 menit untuk anak dan dewasa). Sisa dari cairan 70ml/kgBB diberikan dengan lebih lambat untuk melengkapi rehidrasi dalam waktu 3 jam (6 jam untuk bayi)
a. Rencana pengobatan A (untuk mengobati diara di rumah)
- Berikan cairan yang lebih banyak daripada biasanya kepada anak untuk mencegah terjadinya dehidrasi; oralit, cairan rumah tangga (sop, air beras, yoghurt), air putih. Teruskan sampai diare berhenti.
- berikan makanan yang banyak kepada anak untuk mencegah malnutrisi; ASI, PASI, atau makanan padat
- bawalah anak kepada petugas kesehatan bila tidak mengalami perbaikan dalam waktu 3 hari atau mengalami hal-hal berikut; diare beberapa kali, mntah berulang, rasa haus yang nyata, tidak mau makan atau minum seperti biasa, demam, adanya darah dalam feses
umur | Jumlah oralit yang diberikan tiap habis BAB | Jumlah oralit yg ditetapkan untuk dogunalan dirumah |
< 24 bulan | 50 – 100 ml | 500 ml/hr |
2-10 tahun | 100 – 200 ml | 1000 ml/hr |
10 th / > | Sebanyak yang diinginkan | 2000 ml/hr |
b. Rencana pengobatan B (untuk mengobai dehidrasi)
Jumlah larutan oralit yang harus diberikan dalam 4 jam pertama
umur | < 4 bln | 4-11 bln | 12 – 23 bln | 2 – 4thn | 5 – 14 thn | 15 thn / > |
Berat | < 5 kg | 5-7,9 kg | 8-10,9 kg | 11-15,9 kg | 16-29,9 kg | 30 kg / > |
Dalam ml | 200 - 400 | 400 - 600 | 600 - 800 | 800 - 1200 | 1200 - 2200 | 2200 - 4000 |
Dlm takaran lokal |
Gunakan umur pasien bila tidak mengetahui berat badan. Jumlah oralit yang dibutuhkan dapat dihitung dengan : BB (kg) x 75.
c.
- Beri cairan intravena dg segera. Bila pasien dapat minum, maka berikan oralit melalui mulut sementara menunggu cairan intravena diberikan. Berikan 100 ml/kg larutan RL (atau bila tidak ada boleh normal salin) dibagi sebagai berikut
· Ulangi lagi jika denyut radikal tetap sangat lemah atau tidak teraba - Nilai kembali pasien setiap 1 – 2 jam. Bila hidrasi tidak tercapai , maka berikan tetesan intravena dengan lebih cepat - Juga berikan oralit (kira-kira 5ml/kgBB/jam) segera setelah pasien dapat minum: biasanya setelah 3 – 4 jam )bayi) atau 1 – 2 jam (pada pasien yang lebih tua) - Setelah 6 jam (pada bayi) atau 3 jam (pada pasien yang lebih tua), nilai pasien dengan menggunakan bagan penilaian. Kemudian pilih rencana yang tepat (A, B, C) untuk melanjutkan pengobatan |
Mulai disini
Dapatkah anda memberikan cairan intravena dengan cepat? |
tidak
Apakah pengobatan intravena dapat disediakan secepatnya? (dalam waktu 30 menit) |
- Kirim pasien dengan segera untuk pengobatan intravena - Jika pasien dapat minum, maka berikan larutan oralit kepada ibu dan tunjukan kepadanya bagaimana cara memberikannya selama perjalanan |
Ya
- Mulai rehidrasi melalui pipa dengan larutan oralit : berikan 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg) - Nilai kembali pasien setiap 1 – 2 jam : Bila terdapat muntah yang berulang atau distensi abdomen meningkat, maka berikan cairan dengan perlahan-lahan Bila hidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, maka kirim pasien untuk pengibatan intravena - Setelah 6 jam, nilai kembali pasien dan pilih rencana pengobatan yang tepat. |
Apakah anda terlatih dalam menggunakan pipa nasogastri (NGT) untuk rehidrasi |
ya
tidak
Apakah pasien dapat minum ? |
- Mulai rehidrasi melalui mulut dengan larutan oralit, berikan 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg) - Nilaikembali pasien setiap 1 - 2 jam : Bila terdapat muntah berulang, maka berikan cairan dengan perlahan-lahan Bila hidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, maka kirim pasin untuk pengobatan intravena - Setelah 6 jam, nilai kembali pasien dan pilih rencana pengobatan yang tepat |
tidak
SEGERA: kirim pasien untuk mendapatkaan pengobatan intravena |
CATATAN :
Bila mungkin, awasi pasian sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan memberikan larutan oralit melalui mulut
Bila pasien berumur di atas 2 tahun dan terdapat kolera, maka berikan antibiotik oral yang tepat setelah pasien menunjukan tanda-tanda tersebut
d. Bagan penatalaksanaan diare
A | B | C | |
PERIKSA: | |||
Keadaan umum | Sehat, aktif | Tampak sehat, mengantuk | Letargi atau tidak sadar, lemah |
Mata | Normal | Cekung | Sangat cekung dan kering |
Air mata | ada | Tidak ada | Tidak ada |
Mulut dan lidah | Basah | Kering | Sangat kering |
Rasa haus | Normal tidak haus | Haus, minum dg tdk sabar | Minum sedikit/tak mampu minum |
TURGOR | Kembali dg cepat | Kembali dg lambat | Kembali dg sangat lambat |
TETAPKAN | Pasien tidak ada tanda-tanda dehidrasi | Bila pasien mempunyai dua atau lebih tanda-tanda tersebut, termasuk paling sedikit satu dari tanda yang ditulis miring, maka terdapat dehidrasi sedang | Bila pasien memiliki dua atau lebih tanda-tanda tersebut, termasuk paling sedikit satu tanda yang ditulis miring, maka terdapat dehidrasi berat |
TINDAKAN | Gunakan rencana pengobatan A | Timbang pasien, jika memungkinkan, dan gunakan rencana pengibatan B | Timbang pasien dan gunakan rencana pengobatan C DENGAN SEGERA |
4. Melakukan kolaborasi pemberian terapi dopamin, dobutamin, antibiotik, antiemetik, anti diare
3.4. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan adalah mengacu pada tujuan yang ditetapkan
1. Tanda-tanda vital; tekanan darah > 100/60 mmHg, HR 60 – 80 x/mnt, respirasi 12 – 20 x/mnt
2. Nadi perifer teraba kuat, suhu tubuh 36 -37ºC
3. Kesadaran compos mentis dan tidak gelisah
4. Level fungsi ginjal; diuresis 0,5 – 1 cc/kgBB/jam, ureum < 43, kreatinin <1
5. Level elektrolit; Na+ 135 – 145 mEq/L, K+ 3,5 – 5 mEq/L, Ca++ 4,7 – 9 mEq/L
6. Hematokrit normal 35 – 48%
7. Mual tidak ada, porsi makan meningkat
8. Turgor < 3’’, membran mukosa lembab
9. Keluhan nyeri perut/ mules tidak ada
10. Frekuensi BAB berkurang (< 3 x/mnt)
BAB IV
KESIMPULAN
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja akibat imflamasi mukosa lambung atau usus sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.
Sebagai akibat dari berkurangnya absorpsi cairan dan elektrolit di usus besar, maka muncul beberapa masalah keperawatan dari diare ini, diantaranya adalah adanya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang daru kebutuhan dan nausea.
Dari masalah keperawatan tersebut, dipilih beberapa tindakan keperawatan, diantaranya :
a. Banyak minum (oralit)
b. Rehidrasi perinfus (jenis isotonis kristaloid)
c. Antibiotika yang sesuai (misal ciprofloxacin dan metronidazole)
d. Diit tinggi protein dan rendah residu
e. Obat anti kolinergik untuk menghilangkan kejang abdomen
f. Tintura opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain), misal carboadsorben
g. Observasi keseimbangan cairan dan level elektrolit
h. Cegah komplikasi
0 comments:
Posting Komentar