22 Apr 2011

PSIKOLOGI ANAK TERHADAP FILM HOROR

Waspadalah, ketakutan yang dihasilkan film horor membekas selama bertahun-tahun dalam hidup seseorang. Penelitian National Institute of Mental Health di Amerika Serikat menyatakan, tayangan film horor berdampak buruk bagi perkembangan kejiwaan anak.
Rani Rajak I Noe’man selaku konselor dan psikolog anak dari Yayasan Kita dan Buah Hati membeberkan berbagai dampak film horor bagi anak, di antaranya:
Waspadalah, ketakutan yang dihasilkan film horor membekas selama bertahun-tahun dalam hidup seseorang. Penelitian National Institute of Mental Health di Amerika Serikat menyatakan, tayangan film horor berdampak buruk bagi perkembangan kejiwaan anak.
Rani Rajak I Noe’man selaku konselor dan psikolog anak dari Yayasan Kita dan Buah Hati membeberkan berbagai dampak film horor bagi anak, di antaranya:
Kepercayaan dan sistem nilai (belief dan value)
Anak yang terbiasa menonton film horor atau mistik akan menganggap apa yang mereka lihat adalah benar, tak bisa membedakan mana yang nyata dan rekaan semata. “Mereka menginternalisasikannya ke dalam belief system sehingga setelah dewasa percaya klenik,” jelas Rani saat ditemui dalam talkshow dan launch kampanye “Lindungi Keluarga” di Dome Cafe, Plaza Indonesia, Jakarta, Jumat (13/11/2009).
Perubahan perilaku
Contohnya, kecemasan, ketakutan berkepanjangan, dan mimpi buruk. Isi film horor sebagian besar adegan kekerasan dan kejahatan berdarah. Anak terobsesi menirunya yang cenderung membahayakan dirinya dan orang lain.
Dampak psikologis jangka panjang
Dampak ini mempengaruhi rasa percaya dirinya. Menurut Steve Wollin dalam buku “Resileince Self”, manusia lahir tanpa jati diri dan jati diri dibentuk dari pantulan ekspresi-ekspresi wajah yang dilihatnya. “Bila anak-anak selalu melihat ekspresi wajah marah atau menakutkan, maka mereka merasa diri tidak layak dicintai,” jelas Rani.
Dampak pada prestasi akademik, kurang tidur, dan rasa cemas berkepanjangan
Akibat yang ditimbulkan adalah menurunnya konsentrasi dan kemampuan mengendalikan diri hingga mereka tidak dapat belajar optimal.
Banyak langkah pintar yang bisa dilakukan orangtua untuk mencegah anak terkena dampak tayangan negatif, yaitu:
  1. Pahami status tontonan, misalnya status tayangan BO (Bimbingan Orangtua) untuk anak usia di atas 13 tahun sementara status DW untuk usia di atas 21 tahun.
  2. Pilihkan tayangan sesuai usia anak.
  3. Dampingi anak saat menonton, ingatkan atau bekali anak dengan pengetahuan tentang dampak buruk tontonan horor dan kekerasan.
  4. Diskusikan dengan anak-anak tentang tayangan yang membuat mereka tidak nyaman atau menakutkan. “Ibu bisa bilang, kalau ada tontonan yang buat kamu takut atau tidak bisa tidur, kamu bisa ceritakan pada ibu,” kata Rani mencontohkan.
  5. Ajak anak melakukan kegiatan yang bersifat fisik untuk menghindarkannya duduk pasif di depan layar televisi.
Lantas bagaimana kalau anak telanjur melihat tontonan tersebut? “Intinya komunikasi. Kemudian, orangtua jangan menampakkan ekspresi takut di depan anak saat mereka menakuti-nakuti. Ya, pura-pura berani,” tutur Rani.
Ditambahkannya, anak harus dibiasakan berpikir realistis dan logis agar level ketakutannya pada hal-hal mistis menurun. “Misalnya dengan mengatakan, setan itu memang ada, tapi tidak bisa kita lihat. Ibu juga tidak bisa lihat. Dan setan memang bertugas menggoda manusia untuk berbuat tidak baik,” tukas Rani.
Turunkan pula level ketakutan anak dengan menjadikan diri Anda cermin pengalamannya. “Misalnya dengan mengatakan, sampai saat ini saja ibu pernah lihat hantu,” tutup Rani.

0 comments:

Posting Komentar