AL QUR'AN

"Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat." (Al Qur'an, 6:155)

NURSING

Kemampuan seorang perawat dalam pemberian terapi pengobatan pada pasien ternyata tak kalah dengan dokter. Hal tersebut tentu sangat bermanfaat, terutama dalam kondisi keterbatasan tenaga dokter.

BISNIS KAOS

Kami melayani pemesanan kaos couple, kelas, angkatan, ataupun komunitas. , Harga cuman 60 ribu/Kaos, Pemesanan bisa sms 085721265252 FB : http://www.facebook.com/pages/Bisnis-Kaos/318312428215504 e-mail : the_slettinkdoll@yahoo.co.id.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

9 Mei 2011

Adaptasi dan Maladaptasi Sel dan Jaringan Akibat Jejas dan Kematian



A.     Sel dan Fungsinya
Sesuai perkembangan ilmu biomoklekuler, terbukti dan disadari bahwa berbagai penyakit merupakan manifestasi adanya defek atau kerusakan molekuler-struktural dalam sel, yang berkaitan erat dengan komposisi matriks ekstraseluler di mana sel berbeda. Tiap jaringan-organ tubuh menampilkan spesifikasi masing-masing atau kadang saling terkait dalam bentuk susunan / sistem, yang dalam keadaan normal mempunyai baik keseimbangan maupun koordinasi dalm mempertahankan keadaan fungsi normalnya. Gabungan atau kebersamaan yang menetap dalam keadaan normal ini, disebut homeostasis ( yunani : homeo = homoeo = homodo = homoios = selalu sama, tidak berubah).
Populasi sel organ tubuh yang berdiferensiasi menjadi unsur penting yang disebut parenkim dan yang bersifat sebagai penyangga (kerangka) disebut stroma. Bila dipandang fungsi sel secara umum, sel digolongkan menjadi 4 golongan besar, yaitu :
  1. Sel epitel, mempunyai ikatan erat antar sel yang tidak dapat dilalui cairan, terdapat diseluruh permukaan luar tubuh dan sebagian besar permukaan bagian dalam tubuh berupa lembaran sel yang berhubungan membentuk membran epitel. Sebagian sel epitel bersekresi ke arah permukaan secara langsung (mukosa), sebagian melalui sistem duktus (eksokrin), atau langsung ke darah (endokrin).
  2. Sel jaringan penghubung, yang pada umumnya dapat memproduksi sejumlah zat substansi matriks ekstraseluler. Bersifat protein unsur utama berbagai tipe kolagen dan struktur protein lain yang bersifat fibronektin, laminin, vitronektin. Sel jaringan bertugas menopang membrana basalis, bersama zat produk sel golongan lain. Sel prekursor  jaringan penghubung adalah fibroblas, yang dapat berdiferensiasi menjadi sel mesenkim jenis lain seperti sel lemak, sel otot polos, sel tulang dan sel tulang rawan, bahkan dapat berkemampuan lebih spealistik. Dalam hal ini sel fibroblas berdiferensiasi menjadi sel osteoblas, osteosit, kondroblas dan kondrosit. Sel fibroblas bersifat pluripoten. Sel darah terdiri dari eritrosit, monosit, netrofil, basofil, eosinofil, platelet, yang berasal dari sel jaringan penghubung yang berada dalam jaringan mieloid sumsum tulang.
  3. Sel jaringan otot, spesialisasi gerak kontraktil, walau penampilan sel jaringan  ini sangat berbeda. Dekenal 4 kategori yaitu : otot skelet (kerangka tubuh), bercorak atau luriksehingga sering disebut otot seran lintang, Otot jantung, otot polos (berasal dari fibroblas), mio-epitel(berasal dari ektoderm).
  4. Sel jaringan saraf, dibagi atas 4 golongan berdasar iritabilitas dan kapasitas menghantar impuls elektrik, sel jaringan saraf tersebar di seluruh tubuh, menyusun jaringan konduksi impuls perifer-pusat dan sebaliknya. Susunan saraf pusat, sel saraf (neuron) mempunyai spesifikasi dan aktifitas metabolisme kompleks, sehinga sangat peka atas jejas, tanpa kemampuan proliferasi (sel permanen), ditopang oleh neuroglia. Jumlah sel pelindung berkisar 10-50 kali jumlah neuron.
Dengan adanya perbedaan spesifikasi, fungsi dan susunan jaringan / populasi berbagai sel tubuh, dapat dimengerti adanya perbedaan reaksi terhadap jejas. Dari aspek jejas ada variabel diantaranya jenis, intensitas, periode.
Semua bentuk dimulai dengan perubahan molekul atau  struktur sel. Dalam keadaan normal,sel berada dalam keadaan homeostasis mantap .sel bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan denga cara:
1.Beradaptasi
2.mempertahankan jejas tidak menetap
3.mengalami jejas menetap dan mati
            Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik  berlebihan atau suatu rangsangan yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang mempertahankan kelangsungan hidup sel.contohnya ialah Hipertropi (pertambahan masa sel) atau atrofi (penyusutan masa sel),jejas sel yang reversible menyatakan perubahan yang patologik yang dapat kembali ,bila rangsangannya dihilangkan atau bila penyebab jajes lemah .jejas yang ireversibel  merupakan perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan kematian .
            Terdapat dua pola morfolgik kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis .nekrosis adalah bentuk yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan berwujud sebagai pembengkakan ,denaturasi dan koagulasi  protein,pecahnya organel sel dan robeknya sel.aptosis datandai oleh pemadatan kromatin dan pemadatan kromatin dan fragmentasi terjadi  sendiri atau dalam kelompok kecil sel,dan berakibat dihilanhkannya sel yang tidak dikehendaki selama embryogenesis dan dalam bebagai keadaan fisiologik dan fatologik.

B.      Penyebab Jejas Sel
1.      Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat
   a.iskemia (kehilangan pasokan darah)
   b.oksigenasi tidak mencukupi (misalnya kegagalan jantung paru)
   c.hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah (misalnya anemia,keracunan,karbon monoksida)
2.      Faktor fisika,termasuk trauma,trauma,panas,dingin,radiasi dan renjatan listrik
3.      Bahan kimia dan obat – oabatan termasuk
    a.Obat terapetik (misalnya,asetaminofen(Tylenol))
    b.bahan bukan obat (misalnya timbale alcohol)
4.      Bahan penginfeksi termasuk virus,ricketsia,bakteri  jamur dan parasit.
5.      Reaksi imunologik
6.      kekacauan genetic
7.      ketidak seimbangan niutrisi
Dari aspek jejas ada variabel diantaranya jenis, intensitas, periode. Jejas endogen dapat bersifat defek genetik, faktor imun, produksi hormonal tidak adekuat, hasil metabolisme yang  tidak sempurna, proses menjadi tua (aging). Sedangkan jejas oksigen dapat berbentuk agen kimiawi seperti zat kimiawi, obat-obatan (intoksikasi / hipersensitifitas), agen fisik misalnya trauma, ionisasi radiasi, listrik, suhu, dan lain-lain. Agen biologik pada infeksi mikroorganisme, virus, parasit, dan lain-lain.
Jejas seluler paling sering ditemukan dalam dunia kesehatan sehari-hari yang ditemukan sebagai akibat keadaan hipoksik atau anoksik, yang dapat disebabkan oleh banyak hal misalnya pada kondisi penderita dengan penyakit traktus respiratorius, penyakit jantung, anemi, keadaan iskemik karena terjadi penyempitan atau penutupan pembuluh darah oleh proses arteriosklerosis, trombus, embolus, radang (penyakit Winiwarter-Buerger), atau adanya penekanan dari luar.
1.      Jejas Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dan tidak stabil yang beriyeraksi dengan protei,lemak dan karbohidrat dan terlibat dalam jejas sel yang disebabkan oleh bermacam kejadian kimiawi dan biologic.
            Terjadinya radikal bebas dimulai dari :
a.      Absorpsi energi sinar (cahaya UV,sinar X)
b.      Reaksi oksidatif metabolic
c.       Konversi enzimatik zat kimia eksogen atau obat (CC14 manjadi CC13)
2.      Jejas kimiawi
Zat kimia menyebabkan jejas sel melalui dua mekanisme
a.      secara langsung misalnya Hg dari merkuri  klorida trikat pada grup SH protein membrane sel  menyebabkan peningkatan permeabilitas dan inhibisi transport yang bergantung kepada ATPase.
b.      melalui konversi kemetabolik toksik reaktif .sebaliknya metabolit toksik menyebabkan jejas sel baik melalui melaui ikatan kovalen langsung kepada prtein membrane danb lemak atau lebih umum memlalui pembentukan radikal bebas reaktif seperti yang diuraikan sebelumnya misalnya karbon tetra-klorida , yang dipakai luas pada industri binatu.

C.     Reaksi Sel Terhadap Jejas


Reaksi sel terhadap jejas dapat berakibat berbeda, berdasar perbedaan intensitas dan periode jejas, dapat disimpulkan dalam skema berikut, tanpa variabel jenis sel / jaringan.
Adaptasi = penyesuain terhadap lingkungannya
Reversibel = dapat mengalami serangkaian perubahan dua arah
Ireversibel = tidak dapat dikembalikan seprti keadaan semula
Apabila timbul jejas pada masa mudigah, sesuai intensitas dan periode jejas berlangsung, serta tahapan embriogenesissomatogenesis mudigah, dapat terjadi kegagalan secara total bila tahap blastemamorula mengalami jejas letal seluler. Bila jejas subletal-letal terjadi bila pada tahapan somatogenesis-organogenesis bayi lahir dengan kelainan kongenital yang dapat bersifat tunggal / multipel, unilateral atau bilateral.
Bentuk kelaianan konginetal dapat agenesis organ atau somatik, karena tidak ada analge (kancup embriogenesis organ tidak terbentuk), aplasi, bila anlage ada, tetapi tidak tumbuh (rudimenter) sehingga tidak dapat dikenal pada pencitraan secara radiologik organ tubuh viseral. Bentuk  organ tubuh rudimenter  tidak berfungsi, tidak berguna, hipoplasi, analge ada, tetapi dalam pertumbuhan tidak pernah mencapai ukuran normal.
Bila kelaianan seperti diuraikan diatas terjadi hanya pada salah satu organ yang berpasangan organ yang survive akan membesar, dan berusaha mengambil alih fungsi organ yang menderita kelainan, maka akan timbul kompensasi fungsional. Keadaan ini disebut sebagai hipertrofi kompensatorik.
Bentuk reaksi sel jaringan organ / sistem tubuh terhadap jejas, bergantung pada banyak faktor seperti telah disinggung dalam introduksi. Dari aspek perubahan fungsi dan atau struktur sel, sebagai berikut : retrogresif, bila terjadi proses kemunduran (degenerasi / kembali ke arah yang kurang kompleks), progresif (berkelanjutan, berjalan terus menuju keadaan lebih buruk untuk penyakit), adaptasi (penyesuaian) diantaranya atrofi, hipertrofi, hiperplasi, metaplasi.
1.      Mekanisme Umum
Sistem intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel:
a.      pemeliharaan integritas membrane sel.
b.      respirasi aerobik dan produksi ATP.
c.       sintesis enzim dan protein berstruktur
d.      preservasi integritas aparat genetik
            Sistem-sistem ini terkait erat satu dengan lain sehingga jejas pada saat kulkus membawa efek sekunder yang luas .konsekuensi jejas sel bergantungan kepada jenis lama dan kerasnya gen penyabab dan juga kepada jenis,status dan kemampuan adaptasi sel yang terkena.
            Perubahan marfologi jejas sel menjadi nyata setlah berperan system biokimia yang penting terganggu.
            Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan kematian sel:
a.      radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak keaadan patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada struktur dan fungsi sel.
b.      Hilangnya Homeotasis kalsium dan meningkatnya kalsium intra sel. Iskemi dan toksin tertentu menyebabkan masuknya ion kalium kedalam sel dan lepasnya ion kalsium dari mitokondria dan reticulum endoplasmic.peningkatan kalsium sistolik mengaktifkan fosfolifase yang memecah fosfolifid membrane protease yang menguraikan protein membran dn sitoskeletal,ATPase yangmempercepat penguraian ATP dan endonukleas yang terkaitdengan fragmentasi kromatin.
c.       Deplesi ATP karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti transportasi pada membran,sintesis protein dan pertukaran fosfolifid.
d.      Defek permeabilitas membrane.membran dapat dirusak langsung oleh toksin agen fisik dan kimia,komponen komplemen litik dan perforin atau secara tidak langsung seperti yang diuraikan pada kejadian sebelumnya.
2.      Macam-Macam Adaptasi
Atrofi yaitu suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurba dengan ukuran normal, dapata bersifat baik fisiologik maupun patologik, umum atau lokal. Contohnya yaitu pada proses menjadi tua (aging), secara fisiologik seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap, tanpa memberi gejala klinik yang drastis, kecuali yang berhubungan  dengan penurunan aktifitas seksual dapat disertai gangguan emosional cukup sserius pada individ tertentu.
Adanya penurunan aktifitas endokrin dengan cakupan pengaruh atas baik target sel maupun target organ yang berbeda, merupakan contoh atrofi umum dan lokal yang bersifat fisiologik (degenerasi senilis) atau patologik (disebabkan keadaan patologik, melisut pasca peradangan atau sebagai akibat pemakaian preparat hormonal tanpa kontrol sehingga timbul feed back mechanism keadaan kurus kering sebagai akibat kurang makan berkepanjangan dapat menimbulkan kelainan patologik yang disebut marasmus (defisiensi cukup), emasiasi atau inanisi (menderita penyakit kronik berat, fungsi pencernaan melemah atau nafsu makan hilang).
Hipertrofi yaitu ukuran sel jaringan atau organ yang menjadi lebih besar dari pada ukuran normalnya. Keadaan inipun dapat bersifat fisiologik dan patologik, umum atau lokal. Kedaan atrofi yang selalu diikuti penurunan fungsi bagian yang terkena, hipertrofi dapat memberi variasi fungsional yaitu : meningkat, normal, atau menurun. Hal ini dilandasi apa sebenarnya yang menimbulkan keadaan hipertofi.
Misalnya perbesaran ukuran organ terutama disebabkan oleh proliferasi sel unsur stroma atau substansi antar sel, sel parenkim dapat terdesak, sehingga fungsi organ akan menurun. Keadaan ini disebut pula sebagai pseudo hipertrofi. Bila yang menjadi banyak atau membesar sel parenkim akan timbul peningkatan fungsi. Hipertrofi yang murni adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel permanen misalnya otot skelet pada jaringan yang terdiri atas sel permanen misalnya otot skelat pada binaragawan atau muskulus gastroknemius pada tukang becak, karena dipicu atau distimulus oleh peningkatan fungsi.
Hiperplasia, dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan sekret atau produksi sel terkait. Keadaan ini hanya dapat terjadi pada populasi labil(dalam keadaan siklus sel periodik,seperti sel lapis epidermis, sel darah) atau sel stabil(dalam keadaan tertentu masih mampu berproliperasi, misalnya sel hati, sel epitel kelenjar, sel otot polos dinding uterus), dan tidak terjadi pada sel permanen(sel otot skelet, sel saraf, sel otot jantung). Proses hiperplasi yang tidak terkontrol dapat mengalami transpormasi kearah pertumbuhan terus menerus, tidak terkoordinir, tidak berguna, bersifat paristik atas jaringan atau organ baik setempat maupun secara metabolik sistemik, disebut neoplasma.
Metaplasia adalah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matus jenis tertentu menjadi sel matur jenis lain. Epitel torak endoserviks daerah perbatasan dengan epitel skuamosa, adalah contoh yang serinh diutarakan disamping epitel bronkus perokok. Sel dalam proses metaplastik polarisasai pertumbuhan sel reserve, sehingga menimbulkan keadaan yang disebut displasia, dengan 3 tahapan yaitu: Ringan, Sedang, Berat. Bila jejas atau iritans dapat diatasi, seluruh bentuk adaptasi dan displasi dapat pulih menjadi normal kembali. Tetapi apabila keadaan displasi berat tidak ditanggulangi, akan terjadi perubahan ganas intra-epitelial atau in situ(karsinoma tahap dini).
Degenerasi adalah keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluller yang disertai perubahan morfologik, akibat jejas nonfatal pada sel. Pada telaah biomolekular terjadi proses penimbunan(storage)atau akumulasi cairan atau zat dalam organel sel, yang kemudian menyebabkan perubahan morfologi sel, terutama dalam sitoplasma, yang secara mikroskopik cahaya dengan proses pulasan rutin memberi kesan sel menggembung(bengkak), sitoplasma atau granuler kasar, sehingga disebut degenerasi keruh(cloudy swelling).
Kelainan metabolisme sel tahap ini sering ditemukan pada sel tubulus proksimalis ginjal, hati, jantung, dalam prodroma infeksi. Dengan mikroskop elektron ditemukan kerusakan retikulum endoplasma dan filamen mitokondria, yang menimbulkan pragmentasi setelah proses pembengkakan maksimal kedua organel tidak tertoleransi lagi. Pragmen- partikel terbentuk mengandung unsur lipid dan protein, yang akan meningkatkan tekanan osmosis intrasel, sehingga komponen cairan ekstrasel masuk, dan terjadinya edema intrasel.
Kompenen protein dominan dalam proses ini adalah albumin, sehingga kemunduran sel yang terjadi disebut degenerasi albumin. Kemunduran bentuk ini masih reversibel. Tetapi apabila proses berlanjut atau disertai peningkatan intensitas jejas sel sampai dengan timbul pembengkakan vesikel, secara mikroskopik (cahaya atau elektron) tampak vakuol intrasel, kemunduran sel ini disebut degenerasi vakuoler atau degenerasi hidropik, yang pada umumnya masih bersifat reversibel. Degenerasi hidropik yang terjadi pada vili korialis, disebut mola hidatidosa, karena seluruh stroma vili yang avaskuler larut menjadi cairan mengisi bentuk vili yang menggembung mirip buah anggur atau kista hidatid (kehamilan buah anggur = hydatidiform mole). Penyebabnya ialah ovum patologik. Vili terbentuk  afungsional, janin tidak dapat hidup. Karena batas kemunduran sel reversibel dan ireversibel sering tidak jelas, asumsi atas penggolongan reaksi sel terhadap jejas yang masih reversibel disebut degenerasi, yang ireversibel menuju kematian sel disebut nekrosis, kadang kurang tepat.
Keadaan yang dapat menimbulkan afungsional sel secara mendadak sering belum menimbulkan kelainan morfologik-struktut sel / jaringan / sistem tubuh. Contoh terkena aliran listrik voltase tinggi, kematian penderita belum menimbulkan kelainan morfologik-struktural, sehingga pada otopsi klinik tidak ditemukan kelainan sel / jaringan / organ / sistem tubuhb sebagai penyebab kematian mendadak (cause of sudden death). Dalam kepustakaan mutakhir, pada telaah reaksi biokimiawi secara teoritis dapat ditarik benang merah proses seluler reversibel dan ireversibel.
Infiltrasi bentuk retrograsi dengan penimbunan  metabolit sistemik pada sel normal (tidak mengalami jejas langsung seperti pada degenerasi). Dalam keadaan normal, sel tubuh manusia mengandung unsur utama bahan metabolisme tubuh, yang terdiri atas lemak / zat lipid, protein / asam amino, dan karbohidrat / glikogen-glukose, yang secara kuantitas (senyawa kimia) berbeda, bergantung kesatuan tugas fungsionalnya. Dalam keadaan normal zat metabolisme berada dalam sitoplasma, bila depo intrasel lebih dapat sampai dengan intranukleus. Seperti pada proses degenerasi, apabila ada infiltrasi zat berlebihan melampaui batas kemampuan organel sel terkait, sel dapat pecah, debri sel akan ditanggulangi sistem makrofag(SRE : Sistem Retikulo Endotel), yang mempunyai daya fagositosis (memasukin partikel dalam fagolisosom / intrasitoplasma untuk didegrasi atau dinetralisasi untuk dimanfaatkan / disekresi. Bila tidak dapat didegradasi diamankan ditimbun dalam sistem gagolisosom) atau dapat langsung secara imbibisi-osmotik masuk sistem pembuluh darah sehingga secara serologik dapat dideteksi produk zat yang berlebih, yang yang merupakan komponen seluler pecah maupun zat-zat yang terdepo berlebih. Penimbunan baik pigmen endogen-eksogen maupun mineral dilandasi proses serupa dimana gangguan metabolisme seluler (primer : ada defek enzimatik seluler)atau gangguan metabolisme sistematik (sekunder : konsumsi oaral maupun pemberian intravaskuler berlebih). Pada tahap awal proses primer dan sekunder dapat dibedakan secara morfologik, melihat deminasi depo intrasel terkait defek enzimatik (primer) atau dalam SRE (sekunder), tahap lanjut metabolisme manjadi rancu, karena telah disertai proses jaringan lokal dan / sistemik yang dapat memperburuk-memperberat fungsi sel / jaringan secara timbal-balik, berantai, sukar dikenal secara morfologik.

A.     Iskemi dan Hipoksi
Iskemi (yunani: ischein=menekan,  haima=darah): defisiensi darah pada suatu bagian, akibat konstiksi fungsional atau obstruksi aktual pembuluh darah.
Etiologi : pada kontsruksi (mengerut=striktur) fungsional pembuluh darah, tidak ada kelinan dinding pembuluh. Konstriksi fungsional dapat disebabkan neurogen dan biasanya berhubungan dengan sistem persyarafan otonom ; stimuli dapat bersifat psikis atau rangsang mediator vasokontriksi lokat akibat adanya kerusakan jaringan lokat dan atau sistemik bila mediator vasokontriksi beredar dalam darah. Obstruksi (sumbmbatan) aktual pembuluh darah dapat disebabkan oleh banyak hal, baik yang bersifat lokal maupun yang datang bersama aliran darah berupa zat komponen darah atau benda asing (trombosit, embolus, trombo-embolus; akan dibahas dalam bab lain)
Akibat : jejas sel, berdasarkan beratnya defisiensi pendarahan yang ditimbulkannya, dapat refersibel (degenerasi) atau ireversibel (nekrosus). Proses intraseluler telah ditampilkan dalam skema umum. Dampak senmtral yang tampak adalah gangguan toksidasi fosforirasi mitokondria sehingga timbul penurunan  ATP (adenosin trifosfat), yang berdampak luas atas aktifitas sel, seperti : gangguan pompa NA+, Glokolisis Anaerob meningkat diikuti penurunan glikogen sebagai konsekuensi upaya menetralisir penurunan ATP diserati penurunan pH intraseluler yang berdampak agregasi (penggumpalan) partikel romatin inti; retikulum endoplasma bergranula akan melepaskan ikatan ribosom dan polisommenjadi monosom. Penurunan pompa Na+ (influks), sesuai mekanisme transfor aktif pompa Na+ K+yang melibatkan enzim Atpase yang terikat pada membran sel, dalam kedaan normal akan mempertahankan kadar K+ intrasel tinggi dan kadar Na+ intrasel rendah. Kadar K+ intarasel yang tinggi menjaga homeostatis dan bebrbagai proses penting, seperti biosintesis protein, aktifitas enzim tertentu, dll. Pom pa Na+ yang menurun menyebabkan penyeluaran K ke medium ekstraseluler, sehingga aktifitas Atpase meningkat, disertai peningkatan kadar Na+ intrasel vs penurunan K intrasel, diikuti pemasukan air isoosmotik; sel jadi bengkak, dan terjadi dilatasi retikulum endoplasma. Pembengkakan sel dalam proses ini dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intrasel akibat berlangsungnya proses katabolisme intrasel. Sehingga terbentuk ion anorganik senyawa fosfat, laktat, nukleosida purine. Koreksi iskemik sampai dengan tahap ini, jejas reversibel.
Hipoksi adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan dibawah kadar fisiologi, walaupun perfusi jaringan oleh darah memadai. Keadaan ini terjadi pada defek transfor oksigen dalam peredaran darah, misalnya pada anemi karena hemoglobin darah total menurun atau kondisi hemoglobin yang tidak normalaktivitas sumsum tulang dalam batas normal (hipoksiameni);  atau pada keracunan sianida, sehingga kempuan utilasi oksigen jaringan terganggu (hipoksi histotoksi); dapat pula terjadi pada keadaan berkurangnya oksigen yang mencapai darah, yang terjadi karena ada penurunan barometrik pada ketinggian yang tinggi (hipoksi hipoksik);  dan pada kegagalan tranportasi oksigen yang sebenarnya telah sempurna terikat dalam darah. Tetapi tidak terpompa baik dalam sirkulasi darah tanpa kelainan pembuluh darah, seperti terjadi pada payah/gagal jantung. Dampak seluler hipoksik dan iskemik serupa, selalu ada perbedaan latar belakang proses awal, tanpa fariabel akibat lain yang spesifik atas penderita pada tiap penyebab hipoksik.

B.      Jenis jejas
1.      Jejas Reversibel
Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif  dan pemberntukan ATP oleh mitokondria.penurunan ATP (dan peningkatan AMP secara bersamaan) merangsang fruktokinase danm fosforilasi,menyebabkan  glikolisis aerobik. Glikogen cepat menyusut dan asam laktat dan fosfat anorganik terbentuk,sehingga menurunkan PH intrasel pada saat ini terjadi  pengumpalan kromatin inti.
            Manifestasi awal dan umum pada jejas hipoksik non letal ialah pembengkakan sel akut ini disebabkan oleh.
a.kegagalan transfortasi aktif dalam mrmbran dari pada ion Na,ion K-ATPase yang sensitive oubain mengakibatkan natrium masuk kedalam sel ,kalium keluar dari dalam sel dan bertambahnya air secara isokomik.
b.peningkatan beban osmotik intrasel karena penumpukan fosfat dan laktat anorganik serata nukleosida purin.
2. Jejas ireversibel
Jejas ireversibel ditandai ole vakuolisasi keras mitondria kerusakan membrane plasma yang luas ,pembengkakan lisosom oleh bocornya enzim kedalam sitoplasma dan karena aktivasi pencernaan enzimatik komponen sel dan inti.
Ada dua peristiwa yang penting  pada jeja ireversibel :deplesi ATP dan kerusakan  mebran sel.
a.      Deplesi ATP peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada konsekuensi hipoksia iskemik yang fungsional dan structural dan juga pada keruksaan membran walaupun demikian masih menjadi pertanyaan apakah hal ini adalah sebagai akibat atau ireversibelitas.
b.      Kerusakan membran sel fase paling awal jelas  ireversibel berhubungan dengan defek membran sel fungsional dan structural.beberapa mekanisme mungkin  berperan pada kerusakan membranedemekian.
c.       kehilangan fosfolifid yng progresif  disebabkan oleh :
1) Aktifitas fosfolifid membrane oleh peningkatan kalsium sistolik dissul oleh degradasi fosfolifid dan hilanhnya fosfolifid  atau penurunan reasilasi dan sintesis fosfolifid munhkin berhubungan dengan hilannya ATP .
d.      Abnormalitas sitoskeletal .Aktivasi protease intrasel didahului oleh peningkatan kalsium sistolik dapat menyebabkan pecahnya elemen sitoskeletal intermediate menyebakan mebran sel rentan terhadap tarikan dan robekan terutama dengan adanya pembengkakan sel.
e.      Spesies oksigen reaktif.hal  ini terjadi  pada jejas reperfusi yang terjadi setelah pemulian aliran darah keorang yang iskemik .spesies oksigen yang toksik kebanyakan terbentuk dari leukosit polimorfonukleaus yangv berinfiltrasi.
f.        Produk pemecahan lipid.asam lemak bebas dan lisfosfolifid dan langsung bersifat toksik terhadap membran
g.      Hilangnya asam amino intrasel seperti glisin dan L-alanin yang penyebabnya belum diketahuai .
            Hilangnya integritas membrane menyebabkan influx massif kalsium dari ruang ekstrasel ,berakibat disfungsi mitokondria,inhibisi enzim sel denaturasi protein dan perubahan sitoglogik yang karakteristik bagi nekrosis  koagulatif .
            Keadaan iskemik dan hipoksi berkelanjutan, atau menjadi bertambah berat akan memperburuk reaksi intrasel karena akan disertai proses kerusakan membran sel dan/ atau intisel, sehingga perbaikan situasi tidak akan bermanfaat lagi. Atas kehidupan sel yang terkena jejas. Jejas reversibel berubah menjadi ireversibel. Kerusakan membran sel dapat terjadi akibat :
  1. Kekurangan/habisnya ATP sel.
  2. Fosfolipid membran hilang (sintesis turun, degradasi naik)
  3. Terbentuknya partikel lipid (asam lemak bebas, lisofosfolipid)
  4. Spesimen oksigen toksik
  5. Perubahan sitoskelet
  6. Pecahnya lisosom.
Membran sel niormal terdiri atas susunan mosaik lipid protein, senyawa biomolekuler fosfolipid dan globul-globul protein tertancap dalam dua lapisan lipid. Bila membran sel masih intakt (utuh, tanpa cacat), merupakan hal yang penting dalam menjaga permeabilitas dan volume sel normal, regulasi volume, peningkatan permeabilitas atas molekul-molekul ekstrasel, misalnya inulin. Bila secara ultrastruktur  ditemukan defek membran plasma keadaan ini merukpakan tahap awal jejas sel ireversibel. Hasil akhir kerusakan membran plasma akan menimbulkan kalsium (Ca++). Influks, dari ekstraseluler yang berkonsentrasi tinggi (10ˉ³M). Jaringan iskemik masif akan mengalami reperfusimasif Ca++, dan setelah reoksigenisasi dengan cepat ditarik kearah mitokondria-menetap-meracuninya, menghambat enzim sel, mengubah bentuk protein intrasel secara denaturasi, sehingga tidak dapat berfungsi lagi secara biomolekulr. Kematian sel bersifat khas, disebut nekrosis koagulatif=infrak.

C.      kematian Sel
Pembengkakan sel merupakan manifestasi hamper universal daripada jejas reversible pada misroskopi cahaya.pada sel yang terlibat dalam metabolisme lemak, perlemakan juga menunjukan tanda jejas reversible.
Nekrosis merupakan perubahan morfologik yang menyusul kematian sel pada jaringan atau organ hidup.
Dua proses menyebabkan perubahan morfologik dasar pada nekrosisdenaturasi protein, pencernaan enzimatik organel dan sitosol.Autolysis menunjukan pencernaan enzimatik oleh enzim lisosom sela mati sendiri. Heterolysis adalah pencernaan oleh enzim lisossom leukosit imigran. Sel nekrotik tampak eosinpfilik dan seperti kaca bdervakuol. Membrane sel terpecah.perubahan inti pada sel nekrotik meliputi piknosis (inti kecil, padat); kariolisis (inti pucat, larut); dan karioreksis (inti terpecah banyak gumpalan).
1.      Jenis nekrosis.
a.      Nekrosis koagulativa. Pola nekrosis  iskemik yang lazim ini I, dan organ lain.yang diuraikan sebelumnya, terjadi pada miokard, ginjal, hati.
b.      nekrotik mencair. Terjadi bila autolysis dan heterolysis melebihi denaturasi protein. Daerah nekrotik melunak dan terisi dengan cairan. Paling sering terlihat dalam otak dan terinfeksi bakteri local (abses)
c.        nekrosis perkijuan. Khas pada lesi tuberkolosis, makroskopik terlihat sebagai bahan lunak, rapuh dan menyerupai kiju dan secara mikroskopik sbagaibahan amorf eosinifiik dengn debris sel.
d.       nekrosi lemak. Pada jaringn lemak disebabkan ole keraja lipase(yang bersala dari sel pancreas rusak atau makrofag) yangmengkatalisis dekomposisi trigliserid menjadi asam lemak.
2. Apoptosis
Bentuk kematian sel ini berbeda dengan nekrosis dalam beberapa segi dan terjadi pada keadaan berikut ini:
1.destruksi sel terprogram selama embryogenesis
2.inovolusi jaringan bergantung pada hormone (misalnya, endrometrium, prostat)pada usia dewasa.
3. delesi sel pada populasi sel berproferasi (misalnya, epitel kripta intestin), tumor, organ limfiod.
4. atrofi patologik organ parenkimal akibat obstruksi duktus.
5. kematian sel oleh sel T sitotoksik.
6. jejas sel pada penyakit virus tertentu.
7. kematian sel karena beberapa stimulus yang merusak yang terjadi pada takaran rendah (misalnya, jejas termal ringan)
Cirri morfologik apoptosis meliputi:
1. penyusutan sel
2. kondensasi dan fragmentasi kromatin
3. pembentukan gelembung sitoplasma dan jisim apoptotic
4.fagosistosis jisim apoptotic oleh sel sehat didekatnya atau makrofag
5.tidak adanya peradangan.
Karena apoptosis terjadi pada sel tunggal atau sekelompok kecil sel dan tidak nmenyebabkan  peradangan mungkin sulit untuk menunjukannya secara histologik.
mekanisme  kondensasi  dan fragmentasi kromatin dikaitkan dengan fragmentasi DNA internukleoson yang karakteristik seperti yang terlihat pada elektrroforesis agar diperkirakan fragmentasi dioerantarai oleh aktivasi endoknuklease yang sentif kalsium karena peningkatan kalsium sitosolik bebas yang terjadi pada awal apoptosis. Aktivas transglutaminase berpengaruh sebagian pada    perubahan bentuk dan volume dan fagositosis jissim apoptotik diperantarainoleh reseptor pada makrofag untuk komponen permukaan sel apoptik.
Pada banyak keadaan,apoptosis bergabtung kepada aktivasi dan gen sintesis protein baru dan diperkirakan pada proses ini diatur oleh sejumlah gen terkait apoptosis pada manusia ini termasuk bcl-2 yang menghambat apoptosis dank arena itu memperpanjang daya hidup sel p-53dalam keadaan normal merangsang apoptosis tetapi bila bermutasi atau hilanh condong pada daya hidup sel dan c-myc yang produk proteinnya merangsang atat menghambat apoptosis bergantung kepada adanya sinyal lain.

G. Perubahan Seluler pada Jejas sel
1. Lisosom
         Heterofagi adalah ambilan bahan dari ingkungan luar dengan fagositosis contoh fagositosis dan degradasi bakteri oleh leukosit penyingkiran debris nekrotik oleh makrofag reabsorpsi protein oleh tu bulus proksimal.
Autofagi adalah pagositosis oleh lisosom organel intera sel yang sedang rusaktermasuk mitokondria dan reticulum endoplasmik. Autosom terutama terlihat pada sel yang mengalami atropi. Lisosom dengan debris yang belum dicerna (vakou autofagik) dapat bertahan dalam sel sebagai jisimresidu atau mungkin dikeluarkan dari sel.
Hypertropi reticulum endoplasmic halus
Obat-obat tertentu (misalnya fenobarbital) merangsang hypertrophy reticulum endoplasmic halus, tempat detoksifikasi obat-obat ini dengan fungsi campur jalur transpor electron oksidase (P-450). Hal ini beraibat meningkatnya toleransi terhadap obat ini dan meningkatnya kapasitas untuk detoksifikasi obat-obat lain yang ditangani dengan system yang sama.
Akumulasi interaseluler
Protein, karbohidrat, dan lipid dapat berakumulasi dalam sel dan menyebabkan jejas pada sel dapat berupa
a. isi sel normal yang terkumpul berlebihan
b. bahan abnormal biasanya produk metabolism abnormal.
c. suatu pigmen
proses yang berakibat akumulasi interaseluler abnormal meliputi :
a. metabolism abnormal suatu bahan endogen normal (misalnya, perlemakan)
b. kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk metabolism bahan endogen normal atau abnormal (misalnya, penyakit penimbunan lisosomal)
c. detosisi bahan ekstrogen abnormal (misalnya, makrofag berisi karbon) 
2. Steatosis ( perlemakan )
Ini menggambarkan bahan normal (trigiserid) yamg terakumulasi berlebihan dan mengarah kepada peningjatan absolute lipid intrasel hal ini berakibat pembentukan vakuol  lrmak intrasel kadang – kadang terjadi pada hamper semua organ tetapi palinh sering dalam hati bila berlebihan dapat mengarah pada sirosis.
Patogenesis perlemakan hati penyebab perlemakan hati meliputi enyalahgunaan alcohol malnutrisi,protein diabetes mellitus,obesitas,hipotoksin dan obat hati tampak membesar,kuning dan berlemak,lemak secara mikroskopik terlihat sebagai vakoul besar.keadaan ini disebskan ole mekanisme sebagai berikut:
a.masuknya asam lemak berlebihan kedalam hati misalnya pada kelaparan,terapi kortikoseroid
b.sintesis asam lemak meningkat yang betas
c.oksidasi asam lemak berkurang
d.esterifikasi asam lemak menjadi trigliserid meningkat karena meningkatnya alfa –gliserofosfat (alcohol
d.sintesis apoproyein berkurang (keracunan karbon tetra klorida)
e.sekresi lipoprotein yang terganggu dari hati (alcohol pemberian asam orotat)
kegagalan hati akut pada kehamilan dan sindrom reye kadang – kadang fatal tetapi jarang dicurigai karena defek oksidasi motokondria.
Kolesterol dan Ester kolesterol
Pada aterosklerosis lipid ini terakumulasi dalam sel otot polos dan makrofag.kolesterol intrasel terkumpul dalam bentuk vakuol sitoplasma kecil,kolestero ekstrasel memberikan karakteristik sebagai ruang seperti celah yang terbentuk oleh Kristal kolesterol yang larut.
Pada hiper lipidemaia didapat dan herediter lipid terakumulasi dalam makrofag dan sel mesenkim.pada focus jejas dan peradangan makrofag terisi lipid terbentuk dari fagositosis lipid membran yang berasal dari sel yang rusak (makrofag berbuih)

H. Penuaan Seluler
        Dengan bertambahnya usia terjadi perubahan fisiologik dan strukturalpada hamper semua organ penuaan terjadi karena factor genetik diet keadaan social dan adanya penyakit yang berhubungan dengan ketuaan seperti arteriosklerosis diabetes dan arthritis.selain itu perubahan sel dirangsang oleh usia yang mmenggamberkan akumulasi progresif dari jejas subletal atau kematian sel selama bertahun – tahun diperkirakan merupakan komponen penting dalam penuaan.
Perubahan fungsional dan morflogi yang terjadi pada sel yang menua adalah :
a. penurunan fasforilasi oksidatif pada mitokondria
b. berkurangnya sintesis DNA dan RNA untuk protein dan reseptor sel structural enzimatik
c. menurunnya kemampuan ambilan mkanan dan perbaikan kerusakan kromosom.
d. nukleos berlobus tidak teratur dan abnormal.
e. mitokondria pleomofpig, reticulum endoplasma menurun dan jisim golgi berubah bentuk
f. akumulasi pigmen lipofusin secara menetap.

Terjadinya penuaan sel belum jelas, tetapi mungkin bersifat multi factor ini melibatkan. Program molekuler dari pada penuaan sel dan penagruh eksogen berkesnambungan yang menuju pada penurunan kemampuan untuk hidup.
Adanya penuaan sel dapat diduga dari penelitian in vitro yang menunjukan bahwa fibroblast diploid manusia normal dalam biaan mempunyai masa hidup tertentu dan populassi berlipat ganda yang terbatas yang bergantung pada usia. Penyebab penuaan replikatif semacaminimungkin disebabkan oleh aktifasi gen spesifik penuan gen pengatur pertumbuhan berubah atau hilang, induksi inhibitor pertumbuhan pada sel menua dan mekanisme lain. Salah satu hipotesis defek gen ini adalah adanya telemetric sehortening kromosom yang terjadi dengan bertambahnya usia, menyebabkan hilangnya DNA dari ujung telometrik kromosom, sehingga terjadi gen esensial dan menyebabkan berkurngnya masa hidup.
Mekanisme potensial defek wear and tear eksogen meliputi:
1. kerusakan radikal bebas karena pemaparan berulang terhadap bahan eksogen dari lingkungan atau pengurangan progesif mekanisme pertahanan anti oksidan (vit E) radikal bebas menyebabkan akumulasi lipofusin kerusakan asam nuklet, mutasi DNA mitokondria dan perubahan oksidatif nukeat, mutasi DNA mitokondria, dan perubahan oksidatif enzim sehingga dapat didegradasi oleh protease selanjutnya mempengaruhi fungsi sel.
2. glikosilasi protein non enzimatik yang menuntun pada terbentuknya glikosilasi lanjut produk akhir, sehingga terjadi hubungan silang dengan protein didekatnya dan sejumlah efek biokimia yang potensial merusak.
3. perubahan induksi protein renjatan panas. Respon renjatan panas merupakan mekanisme pertahanan yang pentingterhadap stress dan kehilangannya bertambahnya usia mungkin menurunkan kemampuan sel untuk hidup.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
keadaan homeostasis mantap .sel bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan denga cara:
1.Beradaptasi
2.mempertahankan jejas tidak menetap
3.mengalami jejas menetap dan mati
            Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik  berlebihan atau suatu rangsangan yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang mempertahankan kelangsungan hidup sel.contohnya ialah Hipertropi (pertambahan masa sel) atau atrofi (penyusutan masa sel),jejas sel yang reversible menyatakan perubahan yang patologik yang dapat kembali ,bila rangsangannya dihilangkan atau bila penyebab jajes lemah .jejas yang ireversibel  merupakan perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan kematian .
            Terdapat dua pola morfolgik kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis .nekrosis adalah bentuk yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan berwujud sebagai pembengkakan ,denaturasi dan koagulasi  protein,pecahnya organel sel dan robeknya sel.aptosis datandai oleh pemadatan kromatin dan pemadatan kromatin dan fragmentasi terjadi  sendiri atau dalam kelompok kecil sel,dan berakibat dihilanhkannya sel yang tidak dikehendaki selama embryogenesis dan dalam bebagai keadaan fisiologik dan fatologik.

B.      Saran
Jika sel terkena jejas maka   akan melakukan adaptasi tersendiri yaitu dengan atropi, hipertropi, hyperplasia, metaplasia. Namun apabila jejas tersebut berat dan tubuh tidak dapat beradaptasi atau tidak dapat menahan maka kemungkinan sel akan mengalami kematian.  Untuk memperkecil keparahan atau efek dari jejas, maka ada cara-cara untuk memperkecil itu semua. Dengan mengetahui kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan jejas maka setidaknya kita dapat menanggulangi efek dari jejas.